BAB VIII
METODE BERTANYA
Bertanya dalam proses pembelajaran memegang peranan yang penting. Pertanyaan merupakan salah satu rangsangan berfikir yang baik untuk membelajarkan siswa. Ahli pendidikan banyak yang mengakui pentingnya bertanya dalam pembelajaran. Di katakan bahwa, pembelajaran dengan satu gambar, setara dengan seribu kata-kata, dan nilai satu pertanyaan setara dengan seribu gambar.
Disamping berguna untuk merangsang berfikir anak, pertanyaan juga berguna untuk menilai efektivitas pembelajaran dan efektivitas kemajuan belajar anak. Melalui bertanya, guru dapat melihat apakah pembelajaran yang dilakukannya sudah efektif atau belum. Benar tidaknya jawaban anak atas pertanyaan yang disampaikan guru, dapat digunakan untuk menilai keefektifan pembelajaran. Demikian pula, jawaban anak atas pertanyaan guru itu pula, dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan indek kemajuan belajar anak.
Ornstein (1990:275) menyatakan, pembelajaran yang baik ditandai oleh penggunaan bertanya yang baik, khususnya pembelajaran untuk kelompok anak yang besar jumlahnya. Bertanya yang baik dapat merangsang keingintahuan anak, menstimulasi imajinasi anak, dan memotivasi anak untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Pertanyaan dapat menantang anak untuk berfikir, membantu anak untuk mengklarifikasi konsep dan problem yang berhubungan dengan pelajaran.
A. Fungsi Pertanyaan
Pertanyaan memiliki banyak fungsi. Di samping sebagaimana yang diuraikan dalam pendahuluan bab ini, Moedjiono, dkk (1996) fungsi pertanyaan berikut ini.
1. Untuk menguji prestasi belajar siswa.
2. Untuk membantu siswa mengaitkan pengalaman-pengalamannya yang tepat dengan pelajarannya.
3. Untuk menstimulasi minat siswa. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan minat intelektual.
110
4. Untuk mendorong berpikir karena pertanyaan yang baik membantu siswa untuk menemukan jawaban yang baik pula.
5. Untuk mengembangkan kemampuan dan kebiasaan menilai.
6. Untuk menjamin pengorganisasian dan pemahaman meteri secara tepat.
7. Untuk mengarahkan perhatian siswa pada unsur-unsur penting dalam pelajaran.
B. Tipe-tipe Pertanyaan
Berdasarkan tingkat keterlibatan pikir anak, tipe pertanyaan dapat dibedakan menjadi (1) tipe pertanyaan tingkat rendah, dan (2) Tipe pertanyaan tingkat tinggi. Berdasarkan klasifikasi kognitif, tipe pertanyaan dibedakan menjadi: (1) pertanyaan pengetahuan, (2) pertanyaan pemahaman, (3) pertanyaan aplikasi, (4) pertanyaan analisis, (5) pertanyaan sintesis, dan (6) pertanyaan evaluasi. Berdasarkan tipe jawaban yang dikehendaki, tipe pertanyaan dibedakan menjadi: (1) pertanyaan konvergen, dan (2) pertanyaan divergen.
1. Tipe Pertanyaan Berdasarkan Tingkat pikir Anak
a. Pertanyaan tingkat rendah. Pertanyaan tingkat rendah, menekankan daya ingat anak terhadap informasi yang diperoleh. Misalnya kapan Indonesia diproklamirkan? Pertanyaan terpokus pada fakta, bukan pada pemahaman apalagi keterampilan pemecahan masalah. Pertanyaan tipe ini oleh Guilford disebut pertanyaan informasi, menurut Jerome Bruner disebut pertanyaan operasional kongkrit, sedang Arthur Jensen menyebutnya pertanyaan berfikir tingkat pertama.
b. Pertanyaan tingkat tinggi. Pertanyaan tingkat tinggi menuntut jawaban dengan tingkat berpikir yang kompleks dan abstrak. Pertanyaan tingkat tinggi, digunakan untuk menilai kemampuan berfikir anak yang bersifat komplek dan abstrak. Tipe pertanyaa ini menuntut anak untuk dapat berpikir analitis, sintesis, maupun berpikir evaluatif, dan keterampilan pemecahan masalah.
2. Tipe Pertanyaan Berdasarkan Taksonomi Kognitif
111
a. Pertanyaan Pengetahuan
Pertanyaan pengetahuan bertujuan untuk melacak daya ingat anak terhadap informasi yang pernah diterima. Informasi dimaksud dapat berupa fakta, konsep, dalil, rumus, metode dan lain-lain. Informasi (pengetahuan) dapat bersumber dari bahan teks maupun dari guru atau nara sumber yang lain. Contoh tipe pertanyaan pengetahuan adalah:
1. Siapa nama presiden Indonesia saat ini?
2. Sebutkan rumus empat persegi panjang?
3. Sebutkan kembali faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya gejolak moneter, menurut teks yang anda baca?
b. Pertanyaan Pemahaman
Pertanyaan pemahaman menuntut anak untuk mengorganisasikan informasi-informasi yang telah di terimanya dengan kata-kata sendiri, atau menginterprestasikan/membawa informasi yang di lukiskan melalui grafik atau kurva dengan jalan membandingkan/membeda-bedakan.
1. Jelaskan dengan kata-katamu sendiri apakah manfaat pariwisata?
2. Bandingkan antara nyamuk Culex dengan Anopheles!
3. Informasi apa yang kita peroleh dari kurva semacam ini?
c. Pertanyaan Penerapan (application question)
Pertanyaan yang menuntut siswa untuk memberikan jawaban tunggal dengan cara mengetrapkan pengetahuan, informasi, aturan-aturan, kriteria, dan lain-lain yang pernah di terima.
1. Berdasarkan batasan yang telah di uraikan tadi, maka persamaan mana yang memenuhi syarat?
2. Berdasarkan kriteria yang ada maka organisme mana yang termasuk protosoa?
d. Pertanyaan Analisis (analysis question)
Pertanyaan yang menuntut siswa untuk menemukan jawaban dengan cara: mengidentifikasi motif masalah yang ditampilkan; mencari bukti-bukti atau kejadian-kejadian yang menuntut suatu kesimpulan atau generalisasi; danmenarik kesimpulan berdasarkan informasi yang ada atau membuat generalisasi berdasarkan informasi yang ada.
112
1. Identifikasi motif
Contoh: Mengapa paruh burung gagak dan burung kutilang tidak sama bentuknya ?
2. Menganalisa kesimpulan/generalisasi. Contoh: Kenakalan remaja di kota-kota besar meningkat, dapatkah Saudara menunjukkan bukti-buktinya?
3. Menarik kesimpulan berdasarkan infomasi yang ada.
Contoh: Setelah kita mempelajari perang Diponegoro, Paderi dan Trunojoyo, maka kesimpulan apa yang dapat kita tarik tentang latar belakang, motif serta sebab-sebab terjadinya peperangan?
e. Pertanyaan Sintesis (synthesis question)
Ciri pertanyaan ini ialah jawabannya yang benar tidak tunggal melainkan lebih dari satu dan menghendaki siswa untuk mengembangkan potensi serta daya kreasinya. Pertanyan sintesa menuntut siswa untuk membuat ramal an/predikasi.
1. Membuat ramalan. Contoh: Apa yang terjadi bila tanaman di siram dengan larutan asam cuka?
2. Memecahkan masalah berdasarkan imajinasi anak . Contoh: Bayangkan anda seolah-olah di tengah-tengah gerombolan serigala yang sedang kelaparan, reaksi apakah gerangan yang anda tampilkan untuk mengatasinya?
3. Mencari komunikasi. Contoh: Susunlah suatu karangan pendek yang menggambarkan nilai serta perasaan anda!
f. Pertanyaan evaluasi (evaluation question)
Pertanyaan semacam ini menghendaki siswa untuk menjawabnya dengan cara memberikan penilaian atau pendapatnya terhadap suatu issue yang di tampilkan.
1. Menurut pendapat anda mana yang lebih tepat dan murah dalam pemerataan kesempatan belajar, SD Inpres atau Sekolah Terbuka?
2. Tepatkah kebijakan melikuidasi sejumlah Bank swasta nasional sebagai langkah untuk menaikkan apresiasi Rupiah terhadap nilai Dolar Amerika? berikan alasan!
Tipe Pertanyaan menurut luas sempitnya.
113
a. Pertanyaan sempit (narrow question)
Pertanyaan ini membutuh kan jawaban yang tertutup dan biasanya kunci jawabanya telah bersedia. Bentuk pertanyaan ini ada dua yaitu
1. Pertanyaan sempit
Tipe pertanyaan sempit memiliki jawaban yang tertutup. Biasanya sudah tersedia kunci jawabannya. Pertanyaan sempit informasi langsung. Pertanyaan semacam ini menuntut siswa untuk menghafal atau mengingat informasi yang ada. Contoh: Berapa derajad celcius temperatur tubuh manusia yang sehat?
a. Pertanyaan sempit memusat.
Pertanyaan ini menuntut siswa ini agar mengembangkan ide atau jawabannya melalui petunjuk tertentu. Contoh: Dengan metode apa agar konsep gotong royong mudah di mengerti oleh siswa?
b. Pertanyaan luas
Pertanyaan tipe ini menghendaki lebih dari satu jawaban. Dengan perkataan lain, pertanyaan tipe luas, memiliki jawaban yang masih terbuka.
2. Pertanyaan luas terbuka
Pertanyaan tipe ini mendorong anak untuk menemukan jawaban secara terbuka sesuai dengan gaya masing-masing. Contoh: Bagaimana cara menanggulangi kenakalan remaja di kota kecil?
a. Pertanyaan luas menilai
Pertanyaan tipe ini menuntut anak untuk memberikan penilaiannya terhadap suatu pengetahuan tertentu. Jawaban untuk pertanyaan ini meminta anak untuk membuat pendapat, atau menentukan sikap tertentu dengan alasan yang rasional. Contoh: Bagaimana pendapatmu atas likuidasi bank oleh pemerintah dalam upaya mengatasi gejolak moneter yang terjadi saat ini?
Tipe Pertanyaan berdasarkan tipe jawaban yang diinginkan
114
1. Pertanyaan konvergen.
Pertanyaan tipe konvergen serupa dengan pertanyaan sempit, dimana tipe pertanyaan ini memiliki hanya satu jawaban yang benar. Karena itu tipe pertanyaan ini sering dianggap sama dengan tipe pertanyaan tingkat rendah. Tipe pertanyaan konvergen dapat berkaitan dengan logika atau data yang kompleks, idea yang abstrak, analogis dan multi hubungan.
Hasil penelitian menunjukkan tipe pertanyaan konvergen dapat digunakan ketika siswa hendak memecahkan kesulitan dalam latihan soal Matematika atau IPA utamanya analisis persamaan dan problem istilah. Kata tanya dasar untuk pertanyaan tipe konvergen dimulai dengan kata : apa, siapa, kapan atau dimana.
2. Pertanyaan divergen
Pertanyaan divergen adalah pertanyaan yang bersifat terbuka dan memiliki banyak jawaban yang berbeda-beda. Pertanyaan ini menantang kreatifitas berfikir anak dengan terlebih dahulu guru menyediakan contoh dan bukti-bukti. Pertanyaan tipe divergen berhubungan dengan proses berfikir tingkat tinggi yang menentang anak untuk berfikir kreatif dan belajar proses penemuan. Kata tanya dasar untuk mengawali pertanyaan tipe divergen biasanya digunakan kata bagaimana, mengapa. Contoh : Mengapa biaya hidup di Jakarta lebih mahal dibanding di Malang?
3. Pedoman Menyusun Pertanyaan
Moedjiono, dkk (1996) memberikan rambu-rambu untuk menyusun pertanyaan berikut ini.
1. Pertanyaan hendaknya dinyatakan secara ringkas. Pertanyaan hendaknya sedemikian pendek sehingga siswa dapat segera menangkap makna pertanyaan secara keseluruhan sementara itu juga merumuskan jawaban.
2. Pertanyaan hendaknya tidak mempunyai makna ganda (ambigius). Pemilihan kata dan penyusunan kalimat yang baik dan benar sangat penting untuk menjamin bahwa ide-ide yang terkandung dalam pertanyaan itu telah disampaikan secara tepat.
115
3. Pertanyaan hendaknya disesuaikan dengan umur dan pertumbuhan bahasa siswa. Kesalahan yang sering dilakukan guru adalah menilai kemampuan siswa terlalu tinggi atau terlalu rendah. Untuk menaksir kemampuan siswa perlu diperhatikan faktor usia, lingkungan kehidupan, kesiapan mental, serta banyaknya kesempatan memperoleh pengalaman dari lingkungannya.
4. Pertanyaan hendaknya mendorong meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Pertanyaan yang bersifat "drill" ditujukan untuk membantu siswa dalam memperoleh kemampuan kecepatan bereaksi. Pertanyaan dengan tujuan drill saja belum cukup; pertanyaan itu harus mampu mendorong siswa beripikir. Pertanyaan semacam itu membantu siswa untuk menumbuhkan kemampuan menganalisis, mensintesis, dan menyusun jawaban pertanyaan tidak dalam satu kata atau satu kalimat saja.
5. Hendaknya struktur kalimat tidak mengarah pemberian jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan. Seringkali guru terperosok ke dalam pengarahan jawaban dengan pertanyaan yang diajukan. Misalnya: "Bukankah Bung Karno itu Presiden pertama Republik Indonesia"
6. Pertanyaan yang diajukan hendaknya menghindarkan perolehan jawaban ya atau tidak. Pertanyaan yang menunjuk jawaban ya atau tidak, membuka peluang yang luas masuknya unsur menduga dalam jawaban. Meskipun siswa tidak mengetahui tentang masalah yang ditanyakan, kemungkinan jawaban ya atau tidak yang benar atau salah 50 - 50.
7. Pertanyaan hendaknya hanya berkaitan dengan satu ide. Pertanyaan yang mengandung beberapa ide sukar ditangkap dan membingungkan siswa. Misalnya dalam pertanyaan berikut: "Sebutkan nama dan tempat kelenjar pencernaan yang ada dalam tubuh kita dan terangkan bekerjanya masing-masing kelenjar secara terinci". Biasanya bagian akhir pertanyaan tidak dapat ditangkap siswa, sehingga memerlukan pengulangan. Pertanyaan yang dapat diingat hanya sebagian saja; misalnya: "Sebutkan nama dan tempat kelenjar".
8. Pertanyaan hendaknya mencerminkan satu tujuan. Pertanyaan tidak ada artinya bila tidak memiliki tujuan tertentu yang harus diketemukan siswa denganpertanyaan tersebut.
116
9. Pertanyaan hendaknya tidak menggunakan bahasa sebagai yang terdapat dalam buku teks. Pengulangan kembali kata-kata dalam buku teks mendorong siswa menghafal isi buku secara kata demi kata. Bahasa pertanyaan hendaknya bahasa non teks book.
4. Pedoman Mengajukan Pertanyaan
Pertanyaan yang baik dapat meningkatkan fungsi pertanyaan. Moedjiono, dkk (1996) menyampaikan rambu-rambu mengajukan pertanyaan sebagai berikut.
a. Pertanyaan hendaknya diarahkan ke seluruh kelas terlebih dahulu sebelum ditujukan kepada seorang siswa untuk menjawabnya. Teknik ini mempunyai nilai edukatif yang penting yakni berikut. (1) Untuk mengarahkan perhatian siswa ke arah situasi kelas. Siswa yang perhatiannya menyimpang, akan dikembalikan perhatiannya dalam situasi kelas bila terdapatpertanyaan untuk dijawab. (2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk merumuskan jawaban yang tepat menurut pendapatnya masing-masing. Apabila pertanyaan langsung ditujukan kepada murid tertentu maka hanya murid itu saja yang harus memikirkan jawabannya sedang siswa yang lain masa bodoh. Kalau seorang siswa langsung harus memberi jawaban maka hanya siswa-siswa yang berminat saja yang memperhatikan. (3) Mengajukan pertanyaan ke seluruh kelas akan mendorong siswa memperhatikan secara kritis terhadap jawaban yang diberikan oleh siswa yang lain karena semua siswa telah merumuskan jawabannya. Masing-masing dapat melihat persamaan dan perbedaan jawaban masing-masing. Adanya perbedaan atau pertentangan pendapat dalam kelas akan membantu penalaran siswa.
b. Pertanyaan hendaknya sejauh mungkin menyebar ke seluruh kelas. Seringkali terjadi siswa tertentu memperoleh pertanyaan yang relatif banyak sedang siswa lain sedikit atau bahkan tidak pernah mendapat pertanyaan sepanjang jam pelajaran. Apabila tidak bijaksana guru akan cenderung mengajukan pertanyaan kepada siswa yang menjawab dengan tepat. Siswa tersebut berpartisipasi di kelas (memberi jawaban).
c. Siswa mendapat waktu yang cukup untuk merumuskan jawaban pertanyaan. Dalam hal ini diperlukan kesabaran. Guru sering melupakan
117
menyatakan bahwa saat guru mengajukan pertanyaan pada siswa ia telah memiliki jawabannya dalan benaknya sebelum pertanyaan dilontarkan kepada siswa; sedang siswa masih harus memikirkan dan merumuskan makna pertanyaan tersebut, masih harus menggali pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan pertanyaan, mengevaluasi, membuat kesimpulan, memilih kata-kata yang tepat untuk menyusun jawaban pertanyaan itu. Meskipun mungkin siswa cukup menguasai bahan-bahan, dan kemampuan proses mental yang cepat masih memerlukan waktu untuk merumuskan pernyataan jawaban.
d. Nada dan tekanan suara tidak memberikan petunjuk jawaban pertanyaan yang diajukan.
e. Janganlah segera menyalahkan siswa bila tidak dapat menjawab pertanyaan. Usahakan tidak memberi pertanyaan di luar kemampuan siswa.
f. Susunlah pertanyaan hanya bertalian dengan hal pokok saja.
g. Hendaknya guru tidak mengulang pertanyaan yang diajukan. Bila siswa mengetahui guru akan mengulang pertanyaan yang akan diajukan maka perhatian siswa akan berkurang. Untuk mendapat perhatian yang tidak terbagi-bagi, lampauilah siswa yang tidak memperhatikan dengan mengajukan pertanyaan pada siswa yang lain. Dari pada kita berkata kurang baik, sikap demikian akan menjadikan siswa menyadari bahwa bila tidak memperhatikan maka menjadikan kehadirannya di kelas tidak mempunyai makna. Kebijaksanaan semacam ini akan menjadikan siswa terdorong untuk mencurahkan perhatian sepenuhnya.
h. Hendaknya guru tidak mengulang jawaban. Dengan tidak mengulang jawaban siswa akan mendengarkan dengan penuh perhatian sementara guru dan siswa lain berbicara. Jawaban merupakan fakta yang berguna bagi kelas. Jawaban menimbulkan evaluasi kritis dan cermat bagi siswa lain. Selanjutnya siswa harus dilatih tata cara berbicara; cukup jelas dan keras, sehingga dapat didengar oleh seluruh kelas. Kesadaran siswa akan tanggung jawab kelas banyak membantu dalam merumuskan apa yang ingin dikatakan pada kelas dengan penuh hati-hati. Dituntut inisiatif guru untuk memperkenalkan dan menumbuhkan tanggung jawab siswa.
i. Seringkali guru dapat bertanya kepada siswa yang tidak memperhatikan. Cara ini merupakan salah satu upaya untuk menegakkan situasi disipliner
118
dan mengembalikan perhatian. Namun bila terlalu sering dilakukan maka pertanyaan hanya melayani satu fungsi pendidikan saja
j. Pertanyaan hendaknya diajukan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa. Misalnya dengan pernyataan: "Tentu kamu dapat menjawab"; adalah contoh menumbuhkan kepercayaan pada siswa yang menyertai pertanyaan yang diajukan Siswa mendapat tantangan untuk tidak mengecewakan guru. Secara psikologis murid akan menggunakan kekuatan yang tersembunyi (laten) secara maksimal.
k. Dalam bertanya hendaknya guru dapat menyesuaikan situasi kelas yang sedang berlangsung. Misalnya siswa baru selesai menghadapi ulangan, atau baru memasuki hari pertama sesudah liburan.
5. Penggunaan Kata Bertanya Dasar
Termasuk kata bertanya dasar adalah kata-kata berikut: apa, bagaimana, mengapa, siapa, di mana, kapan, yang mana. Setiap penggunaan kata bertanya dasar itu memiliki tujuan penggunaan kata bertanya dasar apa yang bertujuan mendorong siswa mengembangkan kejelasan sesuatu benda, orang, situasi, atau proses yang sedang diamati; melihat persamaan dan perbedaan pengamatannya sekarang dengan pengalaman yang sudah dimiliki.
Penggunaan kata bertanya bagaimana bertujuan untuk memotivasi siswa untuk mengembangkan kemampuan menggunakan informasi yang telah dimiliki agar dapat memecahkan persoalan yang dihadapi. Penggunaan kata bertanya mengapa bertujuan untuk untuk memotivasi siswa berpikir kritis, menggunakan penalarannya dengan memadukan apa yang diamatinya sekarang dengan perbendaharaan pengetahuan yang sudah dimiliki.
a. Penggunaan kata bertanya siapa bertujuan untuk memotivasi siswa, mengembangkan kemampuan melihat hubungan benda, situasi, proses, dengan pelakunya.
b. Penggunaan kata bertanya di mana bertujuan untuk memotivasi siswa mengembangkan kemampuan siswa melihat hubungan benda, situasi, proses, orang dengan tempat terjadinya atau tempat berlangsungnya.
c. Penggunaan kata bertanya kapan bertujuan untuk memotivasi siswa mengembangkan kemampuan melihat benda, situasi, proses, orang
119
dengan waktu (hari, tanggal, jam, saat pagi, siang, petang, malam, dan sebagainya) terjadinya atau berlangsungnya.
d. Penggunaan kata bertanya yang mana bertujuan untuk memotivasi siswa mengembangkan kemampuan siswa melihat persamaan, perbedaan, membandingkan, memilih benda atau orang, atau situasi, atau proses sehingga dapat menentukan sikap terhadap sesuatu yang diamati. Karena peristiwa pembelajaran yang dilakukan guru di kelas itu merupakan kegiatan yang tujuannya sudah jelas yakni perolehan hasil belajar pada siswa sebagaimana yang telah ditetapkan rumusannya dalam GBPP maka penggunaan kata bertanya itu harus tetap dalam kaitan pencapaian tujuan pembelajaran tersebut. Oleh karena itu keterkaitan antara kata bertanya yang kita pergunakan dalam metode tanya jawab dengan TIK harus jelas.
Keterampilan Bertanya Dasar
Pertanyaan yang baik ditinjau dari segi isinya, tetapi cara menyajikannya kepada murid tidak tepat (umpamanya tidak jelas dalam menyampaikannya), akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan yang dikehendaki. Oleh karena itu aspek teknik pertanyaan harus pula dipahami dan dilatih, agar guru dapat menggunakan pertanyaan secara efektif dalam proses belajar mengajarnya. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengajukan pertanyaan antara lain adalah seperti berikut.
Kejelasan dan kaitan pertanyaan
Harap diusahakan agar pertanyaan yang dikemukakan itu jelas maksudnya, serta nampak benar kaitannya antara jalan pikiran yang satu dengan lainnya. Usahakan tidak diselingi oleh kata-kata sisipan yang bersifat mengganggu ,misalnya: ee, em, er, anu dan lain-lain. Berikut ini disajikan contoh pertanyaan yang tidak jelas maksud serta kaitannya. Guru: Nah, anak anak sekarang akan, eh saya maksud siapa dapat menjawab, em dapat menyebutkan, eh dapat memberikan alasan mana, yang lebih baik menggunakan kail atau membeli tombak untuk mendapatkan ikan di laut.
Pertanyaan tersebut dikatakan tidak jelas maksudnya karena menggambarkan jalan pikiran yang belum terkonsolidasi dan bagaimana kaitannya antara menggunakan kail dan membeli tombak. Pertanyaan tersebut semestinya dapat disederhanakan sebagai berikut.
120
Guru: Nah anak-anak, bagaimana menurut pendapatmu, manakah yang lebih baik menggunakan kail atau tombak untuk memperoleh ikan di laut?
Kecepatan dan selang waktu (pause)
Kecepatan menyampaikan pertanyaan, tergantung pada jenis pertanyaan itu sendiri. Pada umumnya guru-guru muda (belum berpengalaman) cenderung banyak melontarkan pertanyaan dari pada menerima jawaban, dan pertanyaan-pertanyaannya diucapkan dengan cepat tanpa diselingi pause untuk memberi kesempatan murid berfikir.berikut ini disajikan semacam resep tata cara menyampaikan pertanyaan. Usahakan dalam menyampaikan pertanyaan dengan ucapan yang jelas serta tidak tergesa-gesa. Pertanyaan yang diucapkan dengan cepat dan tergesa-gesa akan menimbulkan ketidakmengertian pada murid.
Begitu pertanyaan selesai diucapkan, berhentilah sejenak untuk memberikan kesempatan berfikir kepada murid sementara itu sambil memonitor keadaan kelas, apakah sudah ada yang siap mengajukan jawaban. Murid yang sudah siap untuk mengajukan jawaban biasanya gerak-geraknya dapat ditandai sebagai berikut. Menggeserkan duduknya agak maju dengan mulut setengah terbuka siap mengucapkan sesuatu. Menengadahkan wajahnya dengan pandangan mata yang agak lebar. Mengacungkan tangan bahkan ada yang sampai berdiri.
Pemberian Waktu berfikir (Pausing)
Berikan waktu sejenak (1-5 detik) kepada murid untuk berfikir dalam rangka menemukan jawabannya. Pemberian waktu untuk memberikan kesempatan berfikir pada murid itu ada efek positifnya, misalnya: Murid dapat memberikan jawaban lebih panjang dan lengkap. Jawaban murid lebih analistis, sintetis, dan kreatif. Murid akan merasa yakin akan jawabannya. Partisipasinya murid meningkat.
Arah dan distribusi penunjukan (Penyebaran)
Pertanyaan diajukan seharusnya kepada seluruh murid, sehingga seluruh murid di dorong untuk berusaha menentukan jawabannya. Hanya dalam keadaan tertentu, umpamanya untuk memusatan perhatian seorang siswa, pertanyaan langsung dapat ditujukan kepada seorang murid. Meskipun demikian pertanyaan harus disampaikan terlebih dahulu sebelum
121
menunjuk siswa yang dikehendaki. Secara teknis, teknik penyebaran pertanyaan ini dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan ke seluruh anggota kelas, serta memberikan waktu berfikir untuk beberapa saat, kemudian guru baru menunjuk siswa yang dikehendaki untuk memjawabnya. Maksud dari teknik bertanya tersebut adalah pertanyaan dapat difikirkan oleh semua siswa.
Dengan lain perkataan, penggunaan teknik penyebaran pertanyaan ini adalah menyangkut pemerataan pertanyaan. Sebab dengan cara siswa yang mampu agar mengangkat tangan seringkali tidak tepat. Ada sejumlah anak yang mampu menjawab tetapi mereka merasa malu untuk mengangkat tangannya. Dengan penunjukkan, siswa yang merasa malu untuk mengangkat tangan dapat memperoleh giliran menjawab.
Secara didaktis, dengan teknik penunjukkan tersebut, jawaban yang disampaikan diharapkan dapat menjadi pengalaman belajar (pengetahuan) bagi teman-teman lainnya.
Teknik Menuntun (promting Question)
Teknik menuntun digunakan manakala siswa tidak segera menemukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan guru. Mendapat kenyataan tersebut, maka guru perlu tanggap bahwa tidak adanya siswa yang menjawab tersebut sangat dimungkinkan karena pertanyaan yang diajukan terlalu tinggi tingkat abstraksinya. Dapat juga cakupan variabelnya terlalu luas sehingga siswa kesulitan dalam teknik menjawabnya.
Disamping itu ketidakmampuan anak menjawab pertanyaan tersebut dapat juga akibat dari yang lain misalnya, kalimat pertanyaan yang digunakan guru kurang difahami anak. Dalam keadaan yang seperti itu, adalah tugas guru untuk menuntun langkah berfikirnya anak. Sehingga dengan tuntunan yang diberikan tersebut anak terarahkan jalan fikirannya untuk menjawab pertanyaan utama.
Teknik menuntun tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya (1) menyederhanakan pertanyaan, (2) memecah pertanyaan menjadi beberapa bagian pertanyaan yang dapat mengarahkan anak secara perlahan-lahan ke pertanyaan awal, (3) mengganti kalimat pertanyaan menjadi kalimat yang lain tetapi maksudnya sama, (4) memberikan pertanyaan yang
122
jawabannya dapat memancing fikiran anak untuk menemukan jawaban pertanyaan semula.
Guru : Pada pertemuan yang lalu kita telah mempelajari tentang sistematika hewan rendah, khususnya protozoa, Porifera, Colenterata maupun Vermes. Coba kamu Habib.....menurut pendapatanmu mana yang lebih tinggi tingkatnya, Prifera atau Colenterata?
Habib: diam (sedang berfikir)
Guru : Silahkan ditinjau lebih dahulu tentang sistem pencernaan makanannya, naa.....bagaimana Habib?
Teknik menggali (Probing Question)
Probing question ialah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari murid dengan maksud untuk mengembangkan kwalitas jawaban yang pertama, sehingga yang berikutnya lebih jelas, akurat, serta lebih beralasan. Disamping itu, dengan teknik bertanya menggali ini guru dapat mgetahui tingkat kedalaman pengetahuan anak.
Contoh:
Guru : Setelah kemarin kita bersama-sama meninjau tambak bandeng, bagaimana pendapatmu tentang tambak bandeng tersebut Ali?
Murid: Sangat menarik, pak!
Guru : Faktor apa yang menarik?
Pemusatan (Focusing)
Teknik ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang ruang lingkupnya luas, kemudian di lanjutkan ke pertanyaan yang lebih khusus.
Contoh: "Meliputi jenis apa saja bahan bakar itu"?
"Premium digunakan sebagai bahan bakar kendaraan jenis apa? (pertanyaan sempit memusat)
Pindah gilir (re-derecting)
Teknik pindah gilir digunakan untuk mengundang partisipasi semua anak. Untuk itu teknik ini di lakukan dengan cara, mengajukan pertanyaan ke seluruh kelas, kemudian memilih siswa tertentu, dan lanjutkan ke siswa yang lain.
123
Contoh: Sebutkan fungsi air bagi manusia? (diam sejenak), kemudian menunjuk siswa untuk menjawab, setelah salah satu anak menjawab, diteruskan lagi menunjuk
Blog ini khusus all biker Thunder tapi kalau anda mau gabung silahkan.. KEEP BROTHERHOOD & UNLIMITED SADULURAN
Rabu, 03 November 2010
Mengajar
Prof. Dr. Sri Anitah W.
PBIN4301 4/SKS 1-12
MODUL 1: STRATEGI PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1:
Kegiatan Belajar 2:
Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses.
Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.
DAFTAR PUSTAKA
_______. (1984). Strategi Belajar Mengajar suatu Pengantar. Jakarta: PPLPTK.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1982). Konsep CBSA dan Berbagai Strategi Belajar Mengajar. Program Akta VB Modul 11. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi
Frelberg, H.J. and Driscoll, A. (1992). Universal Teaching Strategies. Boston: Allyn & Bacon.
Gerlach, V.S. & Ely, D.P. (1980). Teaching and Media a Systematic Approach. New Jersey: Prentice Hall.
Raka Joni, T. (1993). Cara Belajar Siswa Aktif, Implikasinya terhadap Sistem Penyampaian. Jakarta: PPLPTK.
Semiawan, C. dkk. (1988). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.
Una Kartawisata dan kawan-kawan. (1980). Penemuan sebagai Metode Belajar Mengajar. Jakarta: P3G- PPLPTK.
Winarno Surakhmad. (1986). Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.
Zubair Amin and Khoo Horn Eng. (2003). Basic in Medical Education. Singapore: World Scientific.
MODUL 2: PROSEDUR UMUM PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
Kegiatan Belajar 1
Penyajian informasi dan contoh, serta partisipasi siswa merupakan kegiatan inti pembelajaran, sedangkan kegiatan terakhir adalah penilaian, yang secara umum terdiri dari pretest dan postest, serta penilaian formatif yang dilakukan sepanjang proses pembelajaran. Hasil penilaian ini akan diikuti dengan kegiatan-kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat berupa remediasi bagi siswa yang belum mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan dan kegiatan pengayaan bagi siswa yang sukses. Akhir tahap ini, dapat dilakukan reviu strategi untuk mempertimbangkan perlunya memorisasi dan transfer.
Kegiatan Belajar 2:
Karakteristik guru, meliputi pengalaman mengajar, filosofi belajar dan mengajar, pengetahuan tentang isi pelajaran, pengorganisasian, penataan kelas, dan rasa aman. Guru yang efektif melakukan reviu harian, menyiapkan materi baru, melakukan praktik terbimbing, menyediakan balikan dan koreksi, melaksanakan praktik mandiri, reviu mingguan dan bulanan. Pendekatan pembelajaran yang efektif, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pebelajar, seperti belajar mandiri, pembelajaran terpadu, dan pembelajaran berdasarkan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. (1987). The Effective Teacher. New York: McGraw Hill Book Company.
Burdon, P.R. & Byrd, D.M. (1999). Methods for Effective Teaching. Boston: Allyn & Bacon.
Cannon, R. & Newble, D. (2000). A Handbook for Teachers in University and Colleges. A Guide to Improving Teaching Method. London: Kogan Page
MODUL 3: KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
1. mengulangi pertanyaan sendiri,
2. mengulangi jawaban siswa,
3. menjawab pertanyaan sendiri,
4. mengajukan pertanyaan yang memancing jawaban serentak,
5. mengajukan pertanyaan ganda, dan
6. menunjuk siswa tertentu sebelum bertanya.
Keterampilan bertanya dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Masing-masing keterampilan itu mempunyai beberapa komponen. Perlu diperhatikan bahwa komponen bertanya dasar juga masih dipakai dalam menerapkan keterampilan bertanya lanjut.
Komponen keterampilan bertanya dasar:
1. pengajuan pertanyaan secara jelas dan singkat,
2. pemberian acuan,
3. pemusatan,
4. pemindahan giliran,
5. penyebaran,
6. pemberian waktu berpikir,
7. sambutan yang hangat,
8. pemberian tuntunan
Komponen keterampilan bertanya lanjut:
1. pengubahan tuntutan tingkat kognitif,
2. pengaturan urutan pertanyaan,
3. penggunaan pertanyaan pelacak,
4. peningkatan terjadinya interaksi.
Dalam menggunakan keterampilan bertanya tersebut, perlu diingat bahwa ada tingkatan pertanyaan dari pertanyaan tingkat yang paling rendah sampai pada tingkatan yang tertinggi.
Dalam kegiatan pembelajaran, siswa perlu mendapat penghargaan apabila telah melakukan tugas dengan baik. Penghargaan tersebut akan merupakan penguatan bagi siswa agar mau berusaha untuk mengulangi penampilan yang sama. Dalam menggunakan penguatan, guru harus memperhatikan prinsip penguatan, yaitu kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, serta menghindari respons yang negatif. Penguatan dapat diberikan kepada siswa secara individu (kepada pribadi tertentu), kepada kelompok, dan penguatan tersebut harus diberikan dengan segera. Agar tidak membosankan, penguatan hendaknya bervariasi, sebab penguatan yang serupa bila diberikan secara terus-menerus akan menjadi kurang efektif. Komponen keterampilan memberi penguatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penguatan verbal dan nonverbal. Penguatan verbal dapat berwujud kata-kata, seperti bagus, baik, betul, sedangkan penguatan nonverbal dapat berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekat, penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan dengan sentuhan, penguatan berupa simbol atau benda, dan penguatan tidak penuh.
Kegiatan Belajar 2:
1. Variasi suara, meliputi:
a. pemusatan perhatian,
b. kesenyapan,
c. kontak pandang,
d. gerakan dan mimik, serta
e. pergantian posisi.
2. Variasi penggunaan media dan alat pembelajaran, mencakup:
a. variasi media dan alat yang dapat dilihat,
b. variasi media dan alat yang dapat didengar, serta
c. variasi media atau alat yang diraba atau dimanipulasi.
3. Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa
Pola ini sangat beragam, dari pola yang didominasi oleh guru sampai dengan pola yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri sepenuhnya.
Suatu penjelasan merupakan penyajian informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis untuk menunjukkan penyajian suatu hubungan, seperti sebab akibat dalil dan contoh, antara sesuatu yang telah diketahui dengan sesuatu yang belum diketahui. Dalam tugas sehari-hari, guru tidak pernah lepas dari tugas menjelaskan sesuatu kepada siswa. Oleh karena itu, keterampilan ini perlu ditingkatkan efektivitasnya. Untuk dapat lebih mengefektifkan keterampilan menjelaskan, guru perlu memahami komponen-komponennya secara garis besar. Keterampilan menjelaskan dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu keterampilan merencanakan dan menyajikan penjelasan.
Komponen-komponen merencanakan penjelasan, mencakup:
1. hal-hal yang berhubungan dengan isi pesan, dan
2. hal-hal yang berhubungan dengan siswa sebagai penerima pesan.
Kegiatan Belajar 3:
Guru terlebih dahulu harus membuka pelajaran dengan maksud menciptakan suasana siap mental para siswa untuk menerima pelajaran. Pembukaan pelajaran itu tidak saja dilakukan pada awal pelajaran, tetapi juga dilakukan pada setiap penggal pelajaran. Demikian pula dengan kegiatan menutup pelajaran. Kegiatan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan guru pada akhir pelajaran, melainkan juga dilakukan pada setiap akhir penggal kegiatan. Kegiatan menutup pelajaran dilakukan dengan maksud memperoleh gambaran tentang materi yang dipelajari. Komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi kegiatan menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, dan membuat kaitan.
Komponen-komponen menutup pelajaran meliputi kegiatan meninjau kembali dan mengevaluasi.
Diskusi merupakan pembicaraan 2 orang atau lebih untuk saling mengemukakan pendapat. Diskusi kelompok merupakan suatu pembicaraan yang melibatkan kelompok dan merupakan suatu cara langsung untuk saling bertukar pengalaman atau pendapat dalam rangka memecahkan masalah. Kegiatan ini harus dilatihkan kepada para siswa untuk menanamkan sikap demokratis dalam pemecahan masalah. Agar siswa dapat berlatih dengan baik maka guru juga harus terlatih dengan baik. Oleh karena itu, guru harus menguasai keterampilan ini, agar dapat menjadi contoh bagi siswa. Pemimpin diskusi tidak harus guru sendiri, melainkan secara bertahap harus dialihkan kepada siswa agar mereka belajar menjadi pemimpin. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan diskusi adalah memilih topik atau masalah, menyiapkan berbagai informasi yang dapat menunjang diskusi, dan menetapkan jumlah anggota dan tempat duduk.
Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil meliputi pemusatan perhatian, penjelasan masalah, menganalisis pandangan siswa, meningkatkan kontribusi siswa, mendistribusikan partisipasi siswa, dan menutup siswa.
Kegiatan Belajar 4:
Adapun komponen-komponen keterampilan mengelola kelas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keterampilan yang bersifat preventif (penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang optimal), dan keterampilan yang bersifat represif (pengembalian kondisi belajar yang mengganggu.
Keterampilan yang bersifat preventif mencakup berikut ini.
1. Menunjukkan sikap tanggap terhadap perhatian dan keterlibatan siswa yang dapat dilakukan melalui pandangan mata, gerakan/posisi guru, pernyataan guru, dan reaksi guru.
2. Membagi perhatian dengan cara kesiapsiagaan dan menuntut pertanggungjawaban siswa.
Keterampilan yang bersifat represif mencakup berikut ini.
1. Perilaku yang mengganggu, melalui penguatan atau hukuman.
2. Memodifikasi pengelolaan kelompok.
3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
Pembelajaran kelompok kecil, biasanya diikuti oleh 3-5 orang atau maksimal 8 orang. Pembelajaran perorangan (individual) merupakan suatu pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tujuan, materi, prosedur serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar tertentu. Dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan terjadi hubungan interpersonal yang akrab antara guru-siswa maupun antarsiswa. Siswa belajar sesuai dengan kecepatan, cara, kemampuan, dan minat masing-masing. Komponen keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan mencakup berikut ini.
1. Keterampilan mengadakan hubungan antarpribadi, yang ditunjukkan dengan:
a. kehangatan dan kepekaan,
b. mendengarkan dan memberikan respons kepada siswa,
c. rasa saling percaya,
d. memberi bantuan, dan
e. menerima perasaan siswa mengendalikan emosi siswa.
2. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan, yang mencakup keterampilan melakukan:
a. orientasi,
b. variasi kegiatan,
c. pengaturan kelompok,
d. koordinasi,
e. pembagian perhatian, dan
f. kegiatan mengakhiri kegiatan.
3. Keterampilan membimbing dan memberikan fasilitas belajar, yang mencakup keterampilan:
a. memberikan penguatan,
b. mengembangkan supervisi proses awal
c. mengembangkan supervisi proses lanjut, dan
d. mengadakan supervisi pemaduan
4. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, yang mencakup:
a. membantu siswa menetapkan tujuan belajar,
b. merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa,
c. berperan sebagai penasihat siswa, serta
d. membantu menilai siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.
Turney, C. at.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.
MODUL 4: METODE MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
2. Metode tanya jawab merupakan metode mengajar di mana guru menanyakan hal-hal yang sifatnya faktual.
3. Metode diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menggunakan informasi yang telah dipelajari untuk memecahkan suatu masalah.
4. Metode kerja kelompok, dengan metode ini siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5. Metode demonstrasi dan eksperimen, dengan demonstrasi guru atau narasumber atau siswa mengadakan suatu percobaan.
6. Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan metode mengajar dengan cara mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
7. Metode pemberian tugas belajar dan resitasi, dengan metode ini guru memberikan tugas, siswa mempelajari kemudian melaporkan hasilnya.
8. Metode karyawisata, merupakan suatu metode mengajar di mana guru mengajak siswa ke suatu objek tertentu dalam kaitannya dengan mata pelajaran di sekolah.
9. Drill atau pemberian latihan merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang dipelajari.
Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode mengajar yang mendorong siswa mencari dan memecahkan persoalan
Kegiatan Belajar 2:
1. Seminar merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah walaupun yang dibahas adalah masalah kehidupan sehari-hari. Pembahasan bertitik tolak dari suatu kertas kerja (makalah), dan akhirnya diambil suatu kesimpulan.
2. Simposium merupakan serangkaian pidato pendek di depan pengunjung. Di bawah seorang pimpinan, simposium menampilkan beberapa orang pembicara yang mengemukakan pandangan dari segi yang berbeda tentang suatu topik yang sama. Biasanya pembicara terdiri dan pembahas utama dan penyanggah, yang hasilnya disebarluaskan.
3. Forum merupakan suatu gelanggang terbuka, yang memberi kesempatan berbicara kepada khalayak yang ditekankan pada pengungkapan pikiran dan perasaan. Pada akhirnya pimpinan forum mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
4. Panel merupakan diskusi yang terdiri dari para ahli yang dianggap sebagai regu guru. Panelis terdiri dari 3 - 6 orang di bawah seorang moderator. Pada diskusi panel, tidak diambil suatu kesimpulan.
5. Musyawarah kerja merupakan pertemuan antara sekelompok massa tertentu yang berkecimpung dalam bidang kerja sejenis. Raker ini bermaksud untuk tukar pengalaman, mengevaluasi program yang telah dilaksanakan atau untuk mengembangkan sesuatu yang baru.
6. Simulasi merupakan suatu metode mengajar yang bertujuan memberikan pengalaman kepada pembelajar mempelajari suatu keterampilan tertentu, dalam situasi yang sengaja diciptakan sesuai keadaan riil.
Dengan membaca rangkuman tersebut, Anda dapat memeriksa kembali sejauh mana penguasaan Anda terhadap materi tentang metode-metode mengajar kelompok. Apabila ada hal-hal yang belum Anda kuasai, cobalah baca sekali lagi bagian-bagian yang dimaksud.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.
Turney, C. et.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.
MODUL 5: MEDIA PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1:
Kegiatan Belajar 2:
1. Program wicara, berisi suatu pembicaraan yang bersahabat.
2. Wawancara, pembicaraan yang berpangkal pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.
3. Diskusi, pembicaraan yang berisi pertukaran ide antara dua orang atau lebih.
4. Buletin, merupakan suatu siaran kilat.
5. Warta berita, suatu siaran yang berisi berbagai berita tentang sejumlah kesaksian mata, laporan suatu kejadian, pidato, komentar, pembicaraan pendek, dan wawancara.
6. Program dokumenter, program mengenai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.
7. Program feature dan majalah udara, program feature terbatas pada satu tema dalam seluruh acara, sedangkan majalah udara mempunyai dua tema atau lebih dalam satu acara.
8. Drama audio, suatu sandiwara yang mengandung masalah atau konflik kejiwaan.
Kegiatan Belajar 3:
Jenis pertama yang dapat dirangkum di sini adalah slide suara yang merupakan sejumlah slide yang dipadukan dalam suatu cerita atau suatu pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara. Beberapa jenis slide, yaitu slide untuk promosi, berupa anjuran, untuk penerangan dan penyuluhan, ilmu pengetahuan khusus, pengetahuan populer, dokumenter.
Jenis kedua adalah televisi merupakan suatu program yang memperlihatkan sesuatu dari jarak jauh program ini dibedakan menjadi 2, yaitu jaringan televisi sekitar (CCTV) dan program televisi siaran. Televisi sebagai media memiliki 3 fungsi, yaitu penerangan, pendidikan, dan hiburan.
Kegiatan Belajar 4:
Untuk mengembangkan media grafis, sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip umum, yaitu kesederhanaan, kesatuan, penekanan, dan keseimbangan formal maupun informal. Alat-alat visual yang dapat membantu keberhasilan penggunaan prinsip-prinsip tersebut adalah garis, bentuk, ruang, tekstur, dan warna. Apabila Anda memiliki beberapa gambar, bentuk-bentuk, kata-kata atau simbol-simbol lain yang akan dipajang dalam suatu papan, misalnya Anda perlu menyusunnya terlebih dahulu dalam suatu layout (tata letak) agar susunan yang Anda ciptakan tampak harmonis.
Agar penggunaan media dalam pembelajaran berhasil dengan baik, diperlukan langkah umum, seperti persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Molenda, dkk., mengemukakan suatu model penggunaan media yang dinamakan model ASSURE, yang merupakan akronim dari kata-kata dalam bahasa Inggris yang, artinya analisis karakteristik siswa, menentukan tujuan, memilih materi, memanfaatkan materi, menuntut respons siswa, dan mengevaluasi hasil belajar.
DAFTAR PUSTAKA
AECT. (1977). The Definition of Educational Technology. Washington: AECT.
Briggs,L. (1967). Instructional Media. Pittsburg: AIR.
Dale, E. (1963). Audio-Visual Methods in Teaching. New York: The Dryden Press.
Gerlach, V.S. and Ely, D.P. (1980). Teaching and Media. New York: Prentice Hall, Inc.
Heinich, R., Molenda, M., and Russel, J.D. (1994). Instructional Media. New York: John Wiley and Sons.
Kemp, J.E. (1980). Planning & Producing Audiovisual Materials. New York: Harper & Row, Publishers.
MODUL 6: MODEL-MODEL BELAJAR DAN RUMPUN MODEL MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Belajar kuantum merupakan suatu kegiatan belajar dengan suasana yang menyenangkan karena guru menggubah (mengorkestrasi) segala sesuatu yang ada di sekelilingnya sehingga pebelajar bergairah belajar.
Belajar tematik pada hakikatnya merupakan suatu jenis pembelajaran yang memadukan beberapa bidang studi berdasarkan suatu tema sebagai payung (kerangka isi). Dengan demikian, pebelajar diharapkan memahami hubungan antarbidang studi (mata pelajaran) secara terpadu.
Kegiatan Belajar 2:
Model pemrosesan informasi menekankan pada cara meningkatkan pembawaan seseorang memahami dunia dengan memperoleh dan mengorganisasikan data, memahami masalah dan mencari pemecahannya, serta mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk menyampaikannya.
Model belajar personal dimulai dari pandangan tentang harga diri individu. Seseorang berusaha memahami diri sendiri dengan lebih baik, bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, dan belajar mencapai pengembangan yang baru dengan lebih kuat, lebih sensitif, dan lebih kreatif dalam meraih kehidupan yang berkualitas tinggi.
Model sistem perilaku sering disebut teori belajar sosial, modifikasi perilaku, terapi perilaku, dan cybernetic. Manusia memiliki sistem komunikasi koreksi diri yang memodifikasi perilaku dalam merespon informasi tentang seberapa jauh keberhasilan tugas-tugas yang dikehendaki. Secara bertahap, perilaku disesuaikan dengan balikan sampai ada kemajuan dalam meniti anak tangga dengan aman.
DAFTAR PUSTAKA
Boud, D. & Feletti, G.I. (Ed.). (1997). The Callenge of Problem-Based Learning. Boston: Allyn & Bacon.
Bouhuiys, A.A.J., Schmidt, H.G., Berkel, H.J.M. (Eds.). (1993). Problem-Based Learning on Educational Strategy. Netherlands: Network Publishers.
Elaine, B. (2002). Contextual Teaching & Learning. California: Corwin Press, Inc.
Frazee, B.M. & Rudnitski, R.A. (1995). Integrated Teaching Methods. Washington: Delamr Publishers.
Hill, S. & Hill, T. (1996). The Collaborative Classroom. Australia: Leanor Curtain Publishing.
Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Theory, Research and Practice. Boston: Allyn & Bacon.
Yoice, B. & Marsha, W. (2000). Models of Teaching. Boston: Allyn & Bacon.
MODUL 7: HAKIKAT PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Kegiatan Belajar 1:
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya tergolong ke dalam 3 jenis tujuan, yaitu tujuan afektif, kognitif, dan psikomotorik. Tujuan afektif berkaitan dengan penanaman rasa bangga dan menghargai bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Tujuan kognitif berkaitan dengan proses pemahaman bentuk, makna, dan fungsi bahasa Indonesia. Tujuan psikomotorik berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk berbagai kepentingan.
Fungsi pembelajaran bahasa Indonesia dapat digolongkan ke dalam 2 jenis, yaitu fungsi instrumentatif dan fungsi intrinsik. Fungsi instrumentatif adalah fungsi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Fungsi intrinsik adalah fungsi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai proses pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
Manfaat pembelajaran bahasa Indonesia dapat bersifat praktis dan strategis. Adapun yang menjadi manfaat pembelajaran bahasa Indonesia adalah meningkatkan kemampuan komunikasi, pembentuk perilaku positif, sarana pengembang ilmu pengetahuan, sarana memperoleh ilmu pengetahuan, sarana pengembang nilai norma kedewasaan, sarana ekspresi imajinatif; sarana penghubung dan pemersatu masyarakat Indonesia, dan sarana transfer kultural.
Kegiatan Belajar 2:
Pembelajaran komunikatif memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.
2. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. dalam penggunaan bahasa sasaran (bahasa yang sedang dipelajari) secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas.
3. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia dilibatkan ke dalam data komunikatif yang bisa dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya.
4. Pembelajar akan belajar bahasa degan baik apabila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung pemerolehan bahasa.
5. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia dibeberkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran.
6. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya.
7. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.
Pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah model pembelajaran kegiatan berbahasa berdasarkan fungsi utama bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Para siswa dituntut untuk terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut harus dilakukan secara terpadu dalam satu proses pembelajaran dengan fokus satu keterampilan. Misalnya, para siswa sedang belajar keterampilan berbicara maka ketiga keterampilan yang lainnya harus dilatihkan juga, tetapi kegiatan tersebut tetap difokuskan untuk mencapai peningkatan kualitas berbicara.
Whole language sebagai sebuah pandangan terhadap hakikat proses belajar bahasa dikembangkan berdasarkan wawasan dan hasil penelitian dari berbagai bidang ilmu, di antaranya pemerolehan bahasa, psikolinguistik, sosiolinguistik, kognitif, psikologi perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Selain itu, whole language juga dikembangkan berdasarkan pengalaman praktis guru-guru yang telah melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan pandangan dan wawasan dari berbagai ilmu tersebut. Dengan demikian, whole language sebagai suatu pandangan merupakan sinergitas antara teori dan praktik belajar bahasa.
Prinsip-prinsip pelaksanaan whole language adalah sebagai berikut.
1. Whole language merupakan pandangan yang berlandaskan pada pertautan berbagai disiplin yang mencakup psikologi kognitif, teori belajar, psikolinguistik, sosiolinguistik, antropologi, filsafat, dan pendidikan.
2. Pandangan whole language didasarkan pada pengamatan yang menggambarkan anak-anak berkembang dan belajar apabila mereka aktif dalam proses pembelajarannya.
3. Untuk mempercepat membaca dan menulis, whole language berusaha meniru strategi yang digunakan para orang tua yang telah berhasil mendorong anak-anaknya dalam pemerolehan bahasa dan pemerolehan kemampuan baca tulis secara alamiah.
4. Pengajaran whole language didasarkan pada pengamatan pada anak yang lebih banyak mempelajari sesuatu melalui proses pembelajaran langsung.
5. Dalam whole language, guru-guru melaksanakan pembelajaran langsung yang berbeda dengan cara-cara tradisional.
6. Pembelajaran whole language bergerak dari keseluruhan menuju bagian-bagian kecil.
7. Bahasa dan kemampuan baca tulis lebih baik dikembangkan melalui penggunaan secara fungsional. Oleh sebab itu, dalam penerapan whole language guru seharusnya melibatkan siswa dalam membaca dan menulis, berbicara dan menyimak dalam kegiatan nyata.
8. Pandangan whole language menegaskan, guru dan siswa harus bersama-sama menjadi pembelajar, pengambil risiko, dan pembuat keputusan melalui tanggung jawab masing-masing di kelas.
9. Dalam kelas whole language, pembelajaran selalu dipercepat melalui interaksi sosial.
10. Dalam kelas whole language, siswa diperlakukan sebagai orang yang memiliki kemampuan yang terus berkembang.
11. Dalam kelas whole language, terdapat beberapa masalah perilaku tertentu bukan hanya karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, melainkan juga karena diberikan kesempatan mengembangkan kemampuan dirinya dan tidak hanya mengikuti pengendalian guru.
12. Dalam kelas whole language, penilaian dijalin dalam proses pembelajaran.
13. Pandangan whole language mencerminkan dan mendorong konsep kemampuan baca tulis yang berbeda dibandingkan dengan kelas tradisional.
Kelas whole language mendorong sikap dan perilaku yang diperlukan untuk kemajuan tekonologi dan masyarakat demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan SMA. Jakarta: Pusat Kurikulum.
Mulyana, D. (2003). Filsafat Ilmu dan Segi-segi Pemikiran Ilmiah. Bandung: Rosdakarya
MODUL 8: PEMBELAJARAN MENYIMAK
Kegiatan Belajar 1:
Sesuai dengan prinsip dasar bahwa proses pembelajaran itu adalah sebuah sistem, berikut ini akan disampaikan sejumlah kriteria yang dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan pemilihan metode pembelajaran:
1. karakteristik siswa (raw input);
2. karakteristik lingkungan (environmental input);
3. karakteristik bahan, media, dan instrumen pendukung yang lain (instrumental input);
4. butir-butir tujuan yang diharapkan tercapai dari suatu proses pembelajaran (output).
Adapun metode pembelajaran menyimak yang dapat Anda pilih adalah sebagai berikut.
1. Simak-terka.
2. Simak-tulis.
3. Memperluas kalimat.
4. Identifikasi kata kunci.
5. Identifikasi kalimat topik.
6. Menjawab pertanyaan.
7. Menyelesaikan cerita.
8. Merangkum.
9. Parafrase.
Kegiatan Belajar 2:
1. media audio, contohnya kaset dan radio;
2. media audio-visual, contohnya video dan televisi.
Langkah terakhir dari proses pembelajaran adalah tahap penilaian. Penilaian dalam proses belajar-mengajar biasanya ditujukan pada 2 hal sebagai berikut.
1. Penilaian program pembelajaran.
2. Penilaian hasil belajar.
Kegiatan Belajar 3:
Metode bisik berantai baik sekali diterapkan dalam pembelajaran menyimak terutama untuk melatih konsentrasi siswa dalam menyimak. Metode ini dapat dilakukan secara klasikal dengan melibatkan beberapa siswa. Konsentrasi siswa akan terlatih dengan baik karena mereka dituntut untuk memperoleh informasi yang persis/tepat dari sumber berita.
Metode membacakan berita merupakan metode pembelajaran menyimak yang difungsikan untuk melatih daya simak siswa terhadap suatu informasi. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode ini adalah memilih berita yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Dengan menyimak berita siswa diharapkan dapat memaknai informasi itu sebagai sebuah pengalaman belajar.
Metode membacakan cerita merupakan metode pembelajaran menyimak yang difungsikan untuk melatih apresiasi siswa terhadap karya imajinatif. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode ini adalah memilih cerita yang sesuai dengan perkembangan kognisi dan psikologi pembelajar. Cerita yang akan digunakan pun harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu kriteria pendidikan, kriteria sastra, dan kriteria bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Fasya, Mahmud, dkk. (2005). Cakrawala Bahasa Jilid 1 - 3. Jakarta: Ricardo.
Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, Henry Guntur. (1987). Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
MODUL 9: PEMBELAJARAN BERBICARA
Kegiatan Belajar 1:
1. ulang-ucap;
2. lihat-ucapkan;
3. memerikan;
4. menjawab pertanyaan;
5. bertanya;
6. pertanyaan menggali;
7. melanjutkan cerita;
8. menceritakan kembali;
9. percakapan;
10. parafrase;
11. reka cerita gambar;
12. bercerita;
13. memberi petunjuk;
14. melaporkan;
15. bermain peran;
16. wawancara;
17. diskusi;
18. bertelepon;
19. dramatisasi.
Kegiatan Belajar 2:
Dalam kegiatan bermain peran, wawancara, diskusi, bertelepon, dan dramatisasi, misalnya guru dapat memanfaatkan media video untuk menampilkan model-model dari setiap kegiatan tersebut. Di samping itu, guru dapat memanfaatkan media gambar untuk kegiatan reka cerita gambar, memberi petunjuk, melaporkan, atau kegiatan lain yang membutuhkan bantuan konkretisasi.
Berkaitan dengan aspek evaluasi dalam pembelajaran berbicara tersebut, ada sejumlah pertanyaan kunci yang pantas diajukan oleh seorang guru. Adapun pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Apakah pelaksanaan penilaian sesuai dengan yang direncanakan?
2. Apakah penilaian itu benar-benar mengukur pencapaian kompetensi dasar?
3. Apakah penjenjangan soal penilaian yang digunakan sudah benar?
4. Apakah bentuk dan jenis tes yang digunakan sesuai dengan karakteristik?
Selanjutnya, guru harus memahami aspek-aspek penting yang dijadikan dasar penilaian kemampuan berpidato siswa. Aspek-aspek yang dimaksud adalah (1) isi pidato, (2) bahasa pidato, dan (3) teknik pidato.
Kegiatan Belajar 3:
Adapun beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbicara adalah (1) bercerita, (2) berpidato, (3) tanya jawab, (4) percakapan, (5) wawancara, (6) diskusi, dan (7) dramatisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Fasya, Mahmud, dkk. (2005). Cakrawala Bahasa Jilid 1- 3. Jakarta: Ricardo.
Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, Henry Guntur. (1981). Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
MODUL 10: PEMBELAJARAN MEMBACA
Kegiatan Belajar 1:
Banyak metode yang dapat merangsang siswa dalam kegiatan membaca khususnya berkaitan dengan pembelajaran membaca. Metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca, antara lain sebagai berikut.
1. SQ3R.
2. Membaca Cepat.
3. Scramble.
4. Isian Rumpang.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari mempelajari metode-metode membaca tersebut. Melalui metode SQ3R, siswa akan dapat menentukan apakah materi yang dihadapinya itu sesuai dengan keperluannya atau tidak, memberikan kesempatan kepada mereka untuk membaca dengan pengaturan kecepatan membaca yang fleksibel, membekali mereka dengan suatu metode studi (belajar) yang sistematis. Melalui metode membaca cepat, siswa dapat meninjau kembali secara cepat materi yang pernah dibacanya dan dapat memperoleh pengetahuan yang luas tentang apa yang dibacanya.
Melalui metode Scramble, siswa dapat dilatih berkreasi menyusun kata, kalimat, atau wacana yang acak susunannya dengan susunan bare yang bermakna dan mungkin lebih baik dari susunan aslinya. Metode pembelajaran ini akan memungkinkan siswa untuk belajar sambil bermain. Mereka dapat berekreasi sekaligus belajar dan berpikir, mempelajari sesuatu secara santai dan tidak membuatnya stres atau tertekan.
Metode isian rumpang sangat bermanfaat untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa dalam hal penggunaan isyarat sintaksis, penggunaan isyarat semantik, pengunaan isyarat skematik, peningkatan kosakata, dan peningkatan daya nalar dan sikap kritis siswa terhadap bahan bacaan.
Kegiatan Belajar 2:
Dalam fiksi dikenal dengan istilah licentia poetica, yaitu pengarang dapat mengkreasi, memanipulasi, dan menyiasati berbagai masalah kehidupan yang dialami (baik secara nyata maupun tidak nyata) dan diamatinya menjadi berbagai kemungkinan kebenaran yang bersifat hakiki dan universal dalam karya fiksinya.
Prinsip-prinsip dan masalah-masalah teknis dalam penulisan karya fiksi, yaitu:
1. permulaan dan eksposisi (beginning and exposition);
2. pemerian dan latar (description and setting);
3. suasana (atmosphere);
4. pilihan dan saran (selection and suggestion);
5. saat penting (key moment);
6. puncak; klimaks (climax);
7. pertentangan, konflik (conflict);
8. rintangan; komplikasi (complication);
9. pola atau model (pattern or design);
10. kesudahan; kesimpulan (denouement);
11. tokoh dan aksi (character and action),
12. pusat minat (focus of interest),
13. pusat tokoh (focus of character),
14. pusat narasi (focus of narration: point of view),
15. jarak (distance),
16. skala (scale), dan
17. langkah (pace) (Brooks and Warren dalam Tarigan 1987:75).
Ada beberapa hal yang harus dinilai dalam kemampuan membaca. Ditinjau dari kemampuan yang menjadi sasaran tes membaca, Harsiati (2003) membatasi cakupan kemampuan yang akan diukur dalam tes membaca, yaitu (1) kemampuan literal (kemampuan memahami isi teks berdasarkan aspek kebahasaan yang tersurat), (2) kemampuan inferensia (kemampuan memahami isi teks yang tersirat/menyimpulkan isi yang tidak langsung ada dalam teks), (3) kemampuan reorganisasi (penyarian/penataan kembali ide pokok dan ide penjelas dalam paragraf maupun ide-ide pokok paragraf yang mendukung tema bacaan), (4) kemampuan evaluatif (untuk menilai keakuratan, kemanfaatan, kejelasan isi teks), dan (5) kemampuan apresiasi (kemampuan menghargai teks)
Kegiatan Belajar 3:
Model pembelajaran membaca SQ3R dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menugaskan siswa untuk membaca buku dan menelaah suatu buku.
2. Guru memberikan apersepsi tujuannya untuk mengarahkan siswa agar lebih paham.
3. Guru bersama siswa melakukan survei buku.
4. Guru melatih siswa membuat pertanyaan.
5. Guru menyuruh siswa membaca secara mandiri.
6. Guru menyuruh siswa membuat pertanyaan dari bacaan yang dibacanya.
7. Siswa meninjau ulang kegiatan dan hasil Baca
Model pembelajaran membaca scramble dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menyiapkan sebuah wacana, kemudian keluarkan kalimat-kalimat yang terdapat dalam wacana tersebut ke dalam kartu-kartu kalimat.
2. Setiap kelompok siswa diminta untuk membuat kartu-kartu kalimat sejenis dalam kertas karton.
3. Berilah nomor lain yang tidak sama urutannya dengan urutan nomor kalimat pada wacana aslinya.
4. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-6 orang siswa dalam satu kelompok.
5. Guru merencanakan langkah-langkah kegiatan serta menentukan waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
Model pembelajaran membaca Isian Rumpang dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menyediakan wacana.
2. Guru melakukan penghilangan (delisi) pada bagian-bagian tertentu dari wacana tersebut secara beraturan, misalnya setiap kata yang ke-5 dan ke-6.
3. Guru menyuruh siswa mengisi bagian-bagian yang hilang tersebut.
4. Guru menyediakan kunci jawaban.
5. Guru menyuruh siswa menghitung jumlah lesapan yang dianggap benar untuk menguji kemampuan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Harjasujana, S.A., Mulyati, Y. (1997). Membaca 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Harsiati, T. (2003). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru.
Soedarso. (1989). Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT. Gramedia.
Tarigan, H. G. (1979). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
MODUL 11: PEMBELAJARAN MENULIS
Kegiatan Belajar 1:
Metode pembelajaran menulis yang diberikan dan diajarkan di sekolah tersebut umumnya tidak begitu saja dapat diterima oleh siswa atau mahasiswa tanpa didukung pemberian contoh tulisan atau karangannya sehingga pembelajaran menulis dapat diterima oleh siswa atau mahasiswa dengan baik.
Contoh tulisan narasi, seperti cerita pengisahan (biografi), cerita yang disertai alur, penokohan, latar, gaya penceritaan, dan pemilihan detail peristiwa.
Contoh tulisan deskripsi seperti suasana kampung yang begitu damai, tenteram, dan masyarakatnya yang saling menolong atau suasana di jalan raya, tentang hiruk-pikuknya lalu lintas dapat dilukiskan dalam karangan deskripsi.
Contoh bentuk karangan ilmiah yang bercorak argumentasi antara lain makalah paper (seminar, simposium, dan lokakarya), esai, skripsi, tesis, disertasi, dan naskah-naskah, yaitu tuntutan pengadilan, pembelaan, pertanggungjawaban ataupun surat keputusan.
Contoh tulisan karangan persuasi ini biasanya dipakai dalam dunia politik, pendidikan advertensi, dan dunia propaganda.
Contoh tulisan karangan eksposisi, misalnya petunjuk menggunakan obat atau di mana letak gedung pertemuan.
Kegiatan Belajar 2:
Lingkungan sebagai media pembelajaran menulis bagi para siswa dapat dioptimalkan dalam proses pembelajaran untuk memperkaya bahan dan kegiatan menulis di sekolah. Prosedur belajar untuk memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran menulis ditempuh melalui beberapa cara, antara lain survei, berkemah, karyawisata pendidikan, dan mengundang manusia sumber. 4 macam lingkungan belajar, yakni lingkungan sosial, personal, lingkungan alam, dan lingkungan kultural.
Cara menilai kemampuan menulis dilakukan melalui tes menulis langsung dan tes menulis tidak langsung. Sedangkan hal-hal yang harus dinilai dalam kemampuan menulis meliputi indikator mengurutkan, indikator mengembangkan, indikator memvariasikan/mengubah, dan indikator menyunting.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, M. (1990). Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.
Gie, The Liang. (1992). Pengantar Dunia Karang Mengarang. Yogyakarta: Liberty.
Parera, J.D. (1983). Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.
Suparno dan Yunus, M. (2003). Keterampilan Dasar Menulis (Modul). Jakarta: Universitas Terbuka.
MODUL 12: PEMBELAJARAN BAHASA TERPADU
Kegiatan Belajar 1:
Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan ketika merumuskan tujuan pembelajaran berbahasa lisan-tulis, yaitu perumusan tujuan pembelajaran sebaiknya diawali untuk mencapai kemampuan berbahasa secara reseptif (menyimak), kemudian diikuti dengan pencapaian tujuan produktif (menulis). Pencapaian tujuan pembelajaran berbahasa yang menyeluruh ini menggambarkan bahwa pembelajaran berbahasa, seperti ini merupakan desain pembelajaran berbahasa dengan pendekatan keterpaduan (integratif).
Langkah-langkah pembelajaran berbahasa lisan-tulis dapat disusun dengan memperhatikan orientasi pembelajaran dan harus mencerminkan pengalaman belajar. Langkah-langkah pembelajaran ini merupakan aktivitas inti dalam pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, langkah-langkah pembelajaran harus dirancang secara sistematis.
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan tentunya harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, materi itu harus relevan dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, materi yang akan disajikan harus memenuhi kriteria perkembangan dan kemampuan kognitif siswa. Materi yang baik ialah materi yang berguna bagi siswa, baik sebagai pengembangan pengetahuannya dan keperluan tugas perkembangannya kelak sebagai anggota masyarakat. Materi pembelajaran itu harus menarik dan merangsang aktivitas siswa. Sebelum disampaikan kepada siswa bahan itu harus disusun secara sistematis dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, yaitu bertahap dan berjenjang. Materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis dapat berupa audio, video, dan audiovisual. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis adalah bahan pembelajaran harus sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pembelajar.
Desain pembelajaran lisan-tulis adalah silabus yang merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Silabus tersebut merupakan acuan dan harus mencerminkan pengalaman belajar yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Desain pembelajaran berbahasa lisan tulis merupakan pedoman aktivitas guru dan murid dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berfokus pada bahasa lisan menuju bahasa tulis.
Kegiatan Belajar 2:
Sebagaimana pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain, pembelajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan dapat berjalan dengan baik dan memperoleh basil yang maksimal, diperlukan adanya persiapan mengajar yang berupa rancangan pembelajaran atau silabus. Silabus disusun berdasarkan kompetensi yang diharapkan dan indikator- indikator yang menjadi pedoman pelaksanaan pengalaman belajar bagi siswa. Penyusunan silabus harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku.
Berdasarkan rancangan pembelajaran atau silabus pembelajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan, guru menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajarnya. Sarana dan prasarana dapat berupa buku sumber, media cetak (majalah, surat kabar, bulletin, dan lain-lain) dan noncetak (audio, video), serta alat bantu belajar yang lain.
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama-tama, materi harus relevan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan. Selain itu, materi yang akan disajikan harus memenuhi kriteria perkembangan dan kemampuan kognitif siswa. Materi yang baik adalah materi yang berguna bagi siswa. Artinya, materi tersebut dapat membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan dapat dimanfaatkannya kelak sebagai anggota masyarakat. Materi pembelajaran juga harus dapat menarik dan merangsang aktivitas siswa dalam belajar. Sebelum disampaikan kepada siswa, bahan-bahan harus disusun secara sistematis dengan memperhatikan prinsip pembelajaran, yaitu bertahap dan berjenjang.
Penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa lebih menekankan pada penilaian proses, kemudian penilaian hasil belajar. Instrumen atau alat penilaian proses dapat berupa format observasi dan portofolio, sedangkan untuk penilaian hasil guru harus membuat format penilaian untuk menilai kemampuan berbahasa siswa (menyimak, berbicara, membaca atau menulis).
DAFTAR PUSTAKA
Alha Pangeran. (1998). BMP Pendidikan Pancasila. Jakarta: Penerbit Karunika.
Bertens. (1989). Filsafat Barat Abad XX. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. (2004). Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP. Jakarta: Puskur, Litbang Depdiknas.
PBIN4301 4/SKS 1-12
TINJAUAN MATA KULIAH
Strategi dalam mata kuliah ini diartikan sebagai rencana yang cermat dalam rangka mencapai suatu tujuan. Dengan demikian mata kuliah Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia berisi segala sesuatu yang dapat digunakan dalam menyusun rencana pembelajaran bahasa Indonesia secara cermat yang mengacu pada tujuan pembelajaran.
Materi-materi atau pembahasan dalam mata kuliah ini meliputi kajian teoretis dan prinsip-prinsip pembelajaran, pengembangan basil kajian yang berupa model pembelajaran atau desain/rancangan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dan SMA. Melalui latihan menyusun rencana/rancangan/desain pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia di SMP dan SMA dengan benar.
Kajian teoretis dan pemahaman terhadap prinsip-prinsip pembelajaran secara umum diuraikan di dalam modul satu sampai enam, sedangkan modul tujuh sampai dua belas berisi latihan-latihan menyusun strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP dan SMA.
Penyusunan strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berpedoman pada kurikulum sekolah (SMP dan SMA) yang berlaku. Di samping itu, mata kuliah ini juga dilengkapi dengan media belajar berupa video. Penyediaan media ini bertujuan memperjelas uraian tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.
Pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara benar memiliki nilai positif baik bagi siswa maupun bagi guru. Sesuai dengan salah satu fungsi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang tercantum dalam kurikulum dinyatakan bahwa, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berfungsi sebagai sarana pengembangan penalaran. Salah satu tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. Dalam rambu-rambu dituliskan bahwa pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, juga diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa (Depdiknas, 2004).
Dengan kemampuan menyusun strategi pembelajaran bahasa Indonesia kami mengharapkan Anda sebagai lulusan program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP-UT akan menjadi guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang profesional sehingga mampu mencapai tujuan mata pelajaran seperti yang tertuang di dalam kurikulum tersebut.
Semoga harapan ini menjadi kenyataan. Amin.
Materi-materi atau pembahasan dalam mata kuliah ini meliputi kajian teoretis dan prinsip-prinsip pembelajaran, pengembangan basil kajian yang berupa model pembelajaran atau desain/rancangan pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dan SMA. Melalui latihan menyusun rencana/rancangan/desain pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mahasiswa dapat melaksanakan pembelajaran bahasa dan Sastra Indonesia di SMP dan SMA dengan benar.
Kajian teoretis dan pemahaman terhadap prinsip-prinsip pembelajaran secara umum diuraikan di dalam modul satu sampai enam, sedangkan modul tujuh sampai dua belas berisi latihan-latihan menyusun strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMP dan SMA.
Penyusunan strategi pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berpedoman pada kurikulum sekolah (SMP dan SMA) yang berlaku. Di samping itu, mata kuliah ini juga dilengkapi dengan media belajar berupa video. Penyediaan media ini bertujuan memperjelas uraian tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.
Pelaksanaan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara benar memiliki nilai positif baik bagi siswa maupun bagi guru. Sesuai dengan salah satu fungsi mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang tercantum dalam kurikulum dinyatakan bahwa, mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berfungsi sebagai sarana pengembangan penalaran. Salah satu tujuan umum pengajaran bahasa dan sastra Indonesia adalah siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional, dan kematangan sosial. Dalam rambu-rambu dituliskan bahwa pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Selain itu, juga diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa (Depdiknas, 2004).
Dengan kemampuan menyusun strategi pembelajaran bahasa Indonesia kami mengharapkan Anda sebagai lulusan program studi pendidikan bahasa Indonesia FKIP-UT akan menjadi guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang profesional sehingga mampu mencapai tujuan mata pelajaran seperti yang tertuang di dalam kurikulum tersebut.
Semoga harapan ini menjadi kenyataan. Amin.
MODUL 1: STRATEGI PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1:
Hakikat Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi, strategi lebih luas daripada metode dan teknik. Ada dua kutub pendekatan yang bertolak belakang, yaitu ekspositori dan discovery. Kedua pendekatan tersebut bermuara dari teori Ausubel yang menggunakan penalaran deduktif (ekspositori) dan teori Bruner yang menggunakan penalaran induktif (discovery). Kedua pendekatan tersebut merupakan suatu kontinum. Dari titik-titik yang terdapat sepanjang garis kontinum itu, terdapat metode-metode pembelajaran dari metode yang berpusat pada guru (ekspositori), seperti ceramah, tanya jawab, demonstrasi, sampai dengan metode yang berpusat pada siswa (discovery/inquiry), seperti eksperimen.Kegiatan Belajar 2:
Berbagai Jenis Strategi Pembelajaran
Strategi deduktif dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-prinsip yang belum diketahui. Sebaliknya, dengan strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar, serta memberikan balikan.Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing. Ceramah dan demonstrasi merupakan dua strategi yang pada hakikatnya sama, yaitu guru menyampaikan fakta dan prinsip-prinsip, namun pada demonstrasi sering kali guru menunjukkan (mendemonstrasikan) suatu proses.
Antara pertanyaan dan resitasi terdapat kesamaan yaitu, resitasi juga dapat berupa pertanyaan secara lisan. Praktik merupakan implementasi materi yang telah dipelajari, sedangkan drill dilakukan untuk mengulangi informasi sehingga pebelajar benar-benar memahami materi yang dipelajari. Reviu dilakukan untuk membantu guru menentukan penguasaan materi para pebelajar, baik materi untuk prasyarat maupun materi yang telah diajarkan. Bagi pebelajar, reviu berguna sebagai kesempatan untuk melihat kembali topik tertentu pada waktu lain.
DAFTAR PUSTAKA
_______. (1984). Strategi Belajar Mengajar suatu Pengantar. Jakarta: PPLPTK.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1982). Konsep CBSA dan Berbagai Strategi Belajar Mengajar. Program Akta VB Modul 11. Jakarta: Ditjen Pendidikan Tinggi
Frelberg, H.J. and Driscoll, A. (1992). Universal Teaching Strategies. Boston: Allyn & Bacon.
Gerlach, V.S. & Ely, D.P. (1980). Teaching and Media a Systematic Approach. New Jersey: Prentice Hall.
Raka Joni, T. (1993). Cara Belajar Siswa Aktif, Implikasinya terhadap Sistem Penyampaian. Jakarta: PPLPTK.
Semiawan, C. dkk. (1988). Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: Gramedia.
Una Kartawisata dan kawan-kawan. (1980). Penemuan sebagai Metode Belajar Mengajar. Jakarta: P3G- PPLPTK.
Winarno Surakhmad. (1986). Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.
Zubair Amin and Khoo Horn Eng. (2003). Basic in Medical Education. Singapore: World Scientific.
MODUL 2: PROSEDUR UMUM PEMBELAJARAN DAN PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
Kegiatan Belajar 1
Prosedur Umum Pelaksanaan Pembelajaran
Prosedur umum pelaksanaan pembelajaran menurut Dick & Carey ada 5 tahap, yaitu kegiatan pra-pembelajaran, penyajian informasi, partisipasi siswa, evaluasi, dan tindak lanjut. Secara garis besar kelima prosedur tersebut dapat disingkat menjadi 3, yaitu persiapan, penyajian, dan evaluasi dan tindak lanjut. Kegiatan persiapan atau pra-pembelajaran terbagi menjadi 2, yaitu (1) persiapan sebelum pembelajaran yang terdiri dari persiapan tertulis, persiapan media dan alat pelajaran, serta persiapan diri, dan (2) pembukaan pelajaran yang berisi kegiatan memotivasi siswa, menunjukkan tujuan, dan menginformasikan keterampilan prasyarat.Penyajian informasi dan contoh, serta partisipasi siswa merupakan kegiatan inti pembelajaran, sedangkan kegiatan terakhir adalah penilaian, yang secara umum terdiri dari pretest dan postest, serta penilaian formatif yang dilakukan sepanjang proses pembelajaran. Hasil penilaian ini akan diikuti dengan kegiatan-kegiatan tindak lanjut. Kegiatan ini dapat berupa remediasi bagi siswa yang belum mencapai tingkat keberhasilan yang diharapkan dan kegiatan pengayaan bagi siswa yang sukses. Akhir tahap ini, dapat dilakukan reviu strategi untuk mempertimbangkan perlunya memorisasi dan transfer.
Kegiatan Belajar 2:
Pembelajaran yang Efektif.
Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor guru maupun pebelajar itu sendiri. Faktor guru yang terutama, yaitu perencanaan guru, yang berkaitan dengan isu-isu, seperti materi yang dipilih, strategi pembelajaran, media pembelajaran, pengelolaan kelas, iklim kelas, dan evaluasi pembelajaran. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, yaitu isi pelajaran, bahan, strategi, perilaku guru, susunan pelajaran, lingkungan belajar, pebelajar, durasi dan alokasi pembelajaran. Demikian pula karakteristik guru juga mempengaruhi efektivitas pembelajaran.Karakteristik guru, meliputi pengalaman mengajar, filosofi belajar dan mengajar, pengetahuan tentang isi pelajaran, pengorganisasian, penataan kelas, dan rasa aman. Guru yang efektif melakukan reviu harian, menyiapkan materi baru, melakukan praktik terbimbing, menyediakan balikan dan koreksi, melaksanakan praktik mandiri, reviu mingguan dan bulanan. Pendekatan pembelajaran yang efektif, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada pebelajar, seperti belajar mandiri, pembelajaran terpadu, dan pembelajaran berdasarkan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.W. (1987). The Effective Teacher. New York: McGraw Hill Book Company.
Burdon, P.R. & Byrd, D.M. (1999). Methods for Effective Teaching. Boston: Allyn & Bacon.
Cannon, R. & Newble, D. (2000). A Handbook for Teachers in University and Colleges. A Guide to Improving Teaching Method. London: Kogan Page
MODUL 3: KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Keterampilan Bertanya dan Keterampilan Memberikan Penguatan
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru tidak dapat lepas dari penggunaan teknik bertanya. Oleh karena itu, fungsi pertanyaan guru adalah sebagai alat mengajar. Pertanyaan yang diajukan oleh guru mempunyai tujuan bermacam-macam. Satu pertanyaan yang diajukan dapat sekaligus mencapai beberapa tujuan. Dalam menggunakan pertanyaan, guru harus menunjukkan kehangatan serta sikap antusias sehingga dapat mendorong siswa untuk lebih bergairah dan sungguh-sungguh menjawab pertanyaan. Selain itu, masih ada beberapa kebiasaan yang perlu dihindari, yaitu:1. mengulangi pertanyaan sendiri,
2. mengulangi jawaban siswa,
3. menjawab pertanyaan sendiri,
4. mengajukan pertanyaan yang memancing jawaban serentak,
5. mengajukan pertanyaan ganda, dan
6. menunjuk siswa tertentu sebelum bertanya.
Keterampilan bertanya dibagi menjadi dua, yaitu keterampilan bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Masing-masing keterampilan itu mempunyai beberapa komponen. Perlu diperhatikan bahwa komponen bertanya dasar juga masih dipakai dalam menerapkan keterampilan bertanya lanjut.
Komponen keterampilan bertanya dasar:
1. pengajuan pertanyaan secara jelas dan singkat,
2. pemberian acuan,
3. pemusatan,
4. pemindahan giliran,
5. penyebaran,
6. pemberian waktu berpikir,
7. sambutan yang hangat,
8. pemberian tuntunan
Komponen keterampilan bertanya lanjut:
1. pengubahan tuntutan tingkat kognitif,
2. pengaturan urutan pertanyaan,
3. penggunaan pertanyaan pelacak,
4. peningkatan terjadinya interaksi.
Dalam menggunakan keterampilan bertanya tersebut, perlu diingat bahwa ada tingkatan pertanyaan dari pertanyaan tingkat yang paling rendah sampai pada tingkatan yang tertinggi.
Dalam kegiatan pembelajaran, siswa perlu mendapat penghargaan apabila telah melakukan tugas dengan baik. Penghargaan tersebut akan merupakan penguatan bagi siswa agar mau berusaha untuk mengulangi penampilan yang sama. Dalam menggunakan penguatan, guru harus memperhatikan prinsip penguatan, yaitu kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, serta menghindari respons yang negatif. Penguatan dapat diberikan kepada siswa secara individu (kepada pribadi tertentu), kepada kelompok, dan penguatan tersebut harus diberikan dengan segera. Agar tidak membosankan, penguatan hendaknya bervariasi, sebab penguatan yang serupa bila diberikan secara terus-menerus akan menjadi kurang efektif. Komponen keterampilan memberi penguatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penguatan verbal dan nonverbal. Penguatan verbal dapat berwujud kata-kata, seperti bagus, baik, betul, sedangkan penguatan nonverbal dapat berupa mimik dan gerakan badan, penguatan dengan cara mendekat, penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan, penguatan dengan sentuhan, penguatan berupa simbol atau benda, dan penguatan tidak penuh.
Kegiatan Belajar 2:
Keterampilan Mengadakan Variasi dan Keterampilan Menjelaskan
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tidak terbebas dari kejenuhan apabila melihat serta mendengarkan hal yang sama. Demikian pula dalam bidang pembelajaran. Siswa akan menjadi bosan apabila setiap hari hanya menjumpai hal-hal yang rutin, seperti mendengarkan uraian guru semata. Untuk mengatasi kebosanan tersebut, guru dapat memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran. Variasi yang dapat dilakukan guru mencakup.1. Variasi suara, meliputi:
a. pemusatan perhatian,
b. kesenyapan,
c. kontak pandang,
d. gerakan dan mimik, serta
e. pergantian posisi.
2. Variasi penggunaan media dan alat pembelajaran, mencakup:
a. variasi media dan alat yang dapat dilihat,
b. variasi media dan alat yang dapat didengar, serta
c. variasi media atau alat yang diraba atau dimanipulasi.
3. Variasi pola interaksi dan kegiatan siswa
Pola ini sangat beragam, dari pola yang didominasi oleh guru sampai dengan pola yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sendiri sepenuhnya.
Suatu penjelasan merupakan penyajian informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis untuk menunjukkan penyajian suatu hubungan, seperti sebab akibat dalil dan contoh, antara sesuatu yang telah diketahui dengan sesuatu yang belum diketahui. Dalam tugas sehari-hari, guru tidak pernah lepas dari tugas menjelaskan sesuatu kepada siswa. Oleh karena itu, keterampilan ini perlu ditingkatkan efektivitasnya. Untuk dapat lebih mengefektifkan keterampilan menjelaskan, guru perlu memahami komponen-komponennya secara garis besar. Keterampilan menjelaskan dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu keterampilan merencanakan dan menyajikan penjelasan.
Komponen-komponen merencanakan penjelasan, mencakup:
1. hal-hal yang berhubungan dengan isi pesan, dan
2. hal-hal yang berhubungan dengan siswa sebagai penerima pesan.
Kegiatan Belajar 3:
Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran serta Keterampilan Membimbing
Diskusi Kelompok KecilGuru terlebih dahulu harus membuka pelajaran dengan maksud menciptakan suasana siap mental para siswa untuk menerima pelajaran. Pembukaan pelajaran itu tidak saja dilakukan pada awal pelajaran, tetapi juga dilakukan pada setiap penggal pelajaran. Demikian pula dengan kegiatan menutup pelajaran. Kegiatan menutup pelajaran tidak hanya dilakukan guru pada akhir pelajaran, melainkan juga dilakukan pada setiap akhir penggal kegiatan. Kegiatan menutup pelajaran dilakukan dengan maksud memperoleh gambaran tentang materi yang dipelajari. Komponen-komponen keterampilan membuka pelajaran meliputi kegiatan menarik perhatian siswa, menimbulkan motivasi, memberi acuan, dan membuat kaitan.
Komponen-komponen menutup pelajaran meliputi kegiatan meninjau kembali dan mengevaluasi.
Diskusi merupakan pembicaraan 2 orang atau lebih untuk saling mengemukakan pendapat. Diskusi kelompok merupakan suatu pembicaraan yang melibatkan kelompok dan merupakan suatu cara langsung untuk saling bertukar pengalaman atau pendapat dalam rangka memecahkan masalah. Kegiatan ini harus dilatihkan kepada para siswa untuk menanamkan sikap demokratis dalam pemecahan masalah. Agar siswa dapat berlatih dengan baik maka guru juga harus terlatih dengan baik. Oleh karena itu, guru harus menguasai keterampilan ini, agar dapat menjadi contoh bagi siswa. Pemimpin diskusi tidak harus guru sendiri, melainkan secara bertahap harus dialihkan kepada siswa agar mereka belajar menjadi pemimpin. Langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan diskusi adalah memilih topik atau masalah, menyiapkan berbagai informasi yang dapat menunjang diskusi, dan menetapkan jumlah anggota dan tempat duduk.
Komponen-komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil meliputi pemusatan perhatian, penjelasan masalah, menganalisis pandangan siswa, meningkatkan kontribusi siswa, mendistribusikan partisipasi siswa, dan menutup siswa.
Kegiatan Belajar 4:
Keterampilan Mengelola Kelas
Mengelola kelas merupakan suatu keterampilan guru untuk menciptakan suasana pembelajaran yang serasi tanpa gangguan. Guru harus memelihara kondisi belajar yang menyenangkan dan berusaha mengembalikan, apabila terdapat hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran belajar. Penggunaan keterampilan ini dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip adanya sikap yang hangat dari guru serta antusias dalam mengelola kelas, serta memberikan bahan, tindakan atau kata-kata yang memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar. Dalam mengelola kelas sebaiknya guru bertitik tolak dari hal-hal yang positif walaupun dituntut adanya kedisiplinan yang tinggi, namun tidak berarti disiplin yang kaku, melainkan luwes.Adapun komponen-komponen keterampilan mengelola kelas dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keterampilan yang bersifat preventif (penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang optimal), dan keterampilan yang bersifat represif (pengembalian kondisi belajar yang mengganggu.
Keterampilan yang bersifat preventif mencakup berikut ini.
1. Menunjukkan sikap tanggap terhadap perhatian dan keterlibatan siswa yang dapat dilakukan melalui pandangan mata, gerakan/posisi guru, pernyataan guru, dan reaksi guru.
2. Membagi perhatian dengan cara kesiapsiagaan dan menuntut pertanggungjawaban siswa.
Keterampilan yang bersifat represif mencakup berikut ini.
1. Perilaku yang mengganggu, melalui penguatan atau hukuman.
2. Memodifikasi pengelolaan kelompok.
3. Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
Pembelajaran kelompok kecil, biasanya diikuti oleh 3-5 orang atau maksimal 8 orang. Pembelajaran perorangan (individual) merupakan suatu pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tujuan, materi, prosedur serta waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar tertentu. Dalam mengajar kelompok kecil dan perorangan terjadi hubungan interpersonal yang akrab antara guru-siswa maupun antarsiswa. Siswa belajar sesuai dengan kecepatan, cara, kemampuan, dan minat masing-masing. Komponen keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan mencakup berikut ini.
1. Keterampilan mengadakan hubungan antarpribadi, yang ditunjukkan dengan:
a. kehangatan dan kepekaan,
b. mendengarkan dan memberikan respons kepada siswa,
c. rasa saling percaya,
d. memberi bantuan, dan
e. menerima perasaan siswa mengendalikan emosi siswa.
2. Keterampilan mengorganisasikan kegiatan, yang mencakup keterampilan melakukan:
a. orientasi,
b. variasi kegiatan,
c. pengaturan kelompok,
d. koordinasi,
e. pembagian perhatian, dan
f. kegiatan mengakhiri kegiatan.
3. Keterampilan membimbing dan memberikan fasilitas belajar, yang mencakup keterampilan:
a. memberikan penguatan,
b. mengembangkan supervisi proses awal
c. mengembangkan supervisi proses lanjut, dan
d. mengadakan supervisi pemaduan
4. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, yang mencakup:
a. membantu siswa menetapkan tujuan belajar,
b. merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa,
c. berperan sebagai penasihat siswa, serta
d. membantu menilai siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.
Turney, C. at.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.
MODUL 4: METODE MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Jenis-jenis Metode Mengajar
1. Metode ceramah merupakan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas.2. Metode tanya jawab merupakan metode mengajar di mana guru menanyakan hal-hal yang sifatnya faktual.
3. Metode diskusi, guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya menggunakan informasi yang telah dipelajari untuk memecahkan suatu masalah.
4. Metode kerja kelompok, dengan metode ini siswa dalam suatu kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
5. Metode demonstrasi dan eksperimen, dengan demonstrasi guru atau narasumber atau siswa mengadakan suatu percobaan.
6. Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan metode mengajar dengan cara mendramatisasikan masalah-masalah hubungan sosial.
7. Metode pemberian tugas belajar dan resitasi, dengan metode ini guru memberikan tugas, siswa mempelajari kemudian melaporkan hasilnya.
8. Metode karyawisata, merupakan suatu metode mengajar di mana guru mengajak siswa ke suatu objek tertentu dalam kaitannya dengan mata pelajaran di sekolah.
9. Drill atau pemberian latihan merupakan cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang dipelajari.
Metode pemecahan masalah merupakan suatu metode mengajar yang mendorong siswa mencari dan memecahkan persoalan
Kegiatan Belajar 2:
Metode-metode Mengajar secara Kelompok
Selain metode mengajar yang biasa dilakukan guru di dalam kelas, guru juga perlu mengenal metode-metode mengajar secara kelompok. Metode tersebut, antara lain berikut ini.1. Seminar merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah walaupun yang dibahas adalah masalah kehidupan sehari-hari. Pembahasan bertitik tolak dari suatu kertas kerja (makalah), dan akhirnya diambil suatu kesimpulan.
2. Simposium merupakan serangkaian pidato pendek di depan pengunjung. Di bawah seorang pimpinan, simposium menampilkan beberapa orang pembicara yang mengemukakan pandangan dari segi yang berbeda tentang suatu topik yang sama. Biasanya pembicara terdiri dan pembahas utama dan penyanggah, yang hasilnya disebarluaskan.
3. Forum merupakan suatu gelanggang terbuka, yang memberi kesempatan berbicara kepada khalayak yang ditekankan pada pengungkapan pikiran dan perasaan. Pada akhirnya pimpinan forum mengemukakan ikhtisar pembicaraan.
4. Panel merupakan diskusi yang terdiri dari para ahli yang dianggap sebagai regu guru. Panelis terdiri dari 3 - 6 orang di bawah seorang moderator. Pada diskusi panel, tidak diambil suatu kesimpulan.
5. Musyawarah kerja merupakan pertemuan antara sekelompok massa tertentu yang berkecimpung dalam bidang kerja sejenis. Raker ini bermaksud untuk tukar pengalaman, mengevaluasi program yang telah dilaksanakan atau untuk mengembangkan sesuatu yang baru.
6. Simulasi merupakan suatu metode mengajar yang bertujuan memberikan pengalaman kepada pembelajar mempelajari suatu keterampilan tertentu, dalam situasi yang sengaja diciptakan sesuai keadaan riil.
Dengan membaca rangkuman tersebut, Anda dapat memeriksa kembali sejauh mana penguasaan Anda terhadap materi tentang metode-metode mengajar kelompok. Apabila ada hal-hal yang belum Anda kuasai, cobalah baca sekali lagi bagian-bagian yang dimaksud.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. (1984/1985). Pengajaran Mikro. Program Akta Mengajar V B. Modul 17. Jakarta: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.
Sri Anitah, W. (1987). Microteaching dan Supervisi Klinis. Surakarta: FKIP UNS.
Turney, C. et.al. (1975). Sydney Micro Skills. Handbook. Sydney: Sydney University Press.
MODUL 5: MEDIA PEMBELAJARAN
Kegiatan Belajar 1:
Media Pembelajaran
Antara alat peraga dan media tidak berbeda dari segi substansi (bendanya), namun hanya berbeda dari segi fungsinya. Bahwa alat peraga hanya sekadar alat bantu, sedangkan media merupakan bagian integral dalam PBM, yang di dalamnya ada pembagian tanggung jawab antara guru dengan media. Agar Anda dapat menggunakan berbagai media secara bervariasi maka Anda perlu mengenal jenis-jenis media yang dimaksud. Berbagai jenis media visual yang dapat dipelajari adalah Media visual yang tidak diproyeksikan, terdiri dari gambar mati, ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta, realia, berbagai jenis papan, sketsa. Media visual yang diproyeksikan, antara lain OHP, slide, filmstrip, opaque projector.Kegiatan Belajar 2:
Karakteristik dan Jenis Media Audio
Sebagian besar dari pelajaran, diterima siswa melalui pendengaran. Guru dapat mengajarkan program ini di kelas dengan menggunakan tape recorder (pita perekam), radio, dan piringan hitam. Program audio membawakan pesan yang memadukan elemen-elemen suara, bunyi, dan musik beberapa jenis program audio, antara lain berikut ini.1. Program wicara, berisi suatu pembicaraan yang bersahabat.
2. Wawancara, pembicaraan yang berpangkal pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.
3. Diskusi, pembicaraan yang berisi pertukaran ide antara dua orang atau lebih.
4. Buletin, merupakan suatu siaran kilat.
5. Warta berita, suatu siaran yang berisi berbagai berita tentang sejumlah kesaksian mata, laporan suatu kejadian, pidato, komentar, pembicaraan pendek, dan wawancara.
6. Program dokumenter, program mengenai peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi.
7. Program feature dan majalah udara, program feature terbatas pada satu tema dalam seluruh acara, sedangkan majalah udara mempunyai dua tema atau lebih dalam satu acara.
8. Drama audio, suatu sandiwara yang mengandung masalah atau konflik kejiwaan.
Kegiatan Belajar 3:
Karakteristik dan Jenis Media Audiovisual
Media audiovisual adalah media yang menunjukkan suara dan pendengaran, jadi dapat dipandang maupun didengar suaranya. Ada dua jenis media audiovisual yang dapat digunakan oleh guru pada saat ini. Namun, tidak berarti bahwa media lain yang ditunjukkan dengan berbagai jenis proyektor tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Media lain, seperti film 8 mm maupun 16 mm, misalnya selain sukar didapat dan mahal, juga sulit didapatkan perangkat lunaknya kalau tidak membuat sendiri.Jenis pertama yang dapat dirangkum di sini adalah slide suara yang merupakan sejumlah slide yang dipadukan dalam suatu cerita atau suatu pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan iringan suara. Beberapa jenis slide, yaitu slide untuk promosi, berupa anjuran, untuk penerangan dan penyuluhan, ilmu pengetahuan khusus, pengetahuan populer, dokumenter.
Jenis kedua adalah televisi merupakan suatu program yang memperlihatkan sesuatu dari jarak jauh program ini dibedakan menjadi 2, yaitu jaringan televisi sekitar (CCTV) dan program televisi siaran. Televisi sebagai media memiliki 3 fungsi, yaitu penerangan, pendidikan, dan hiburan.
Kegiatan Belajar 4:
Faktor-faktor Pemilihan Media Pembelajaran
Dalam memilih media untuk keperluan pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu variabel tugas, variabel siswa, lingkungan belajar, lingkungan pengembangan, ekonomi dan budaya, serta faktor-faktor praktis. Pertimbangan yang lebih singkat dalam pemilihan media adalah tujuan pembelajaran, siswa/mahasiswa, ketersediaan, ketepatgunaan, biaya, dan mutu teknis.Untuk mengembangkan media grafis, sebaiknya memperhatikan prinsip-prinsip umum, yaitu kesederhanaan, kesatuan, penekanan, dan keseimbangan formal maupun informal. Alat-alat visual yang dapat membantu keberhasilan penggunaan prinsip-prinsip tersebut adalah garis, bentuk, ruang, tekstur, dan warna. Apabila Anda memiliki beberapa gambar, bentuk-bentuk, kata-kata atau simbol-simbol lain yang akan dipajang dalam suatu papan, misalnya Anda perlu menyusunnya terlebih dahulu dalam suatu layout (tata letak) agar susunan yang Anda ciptakan tampak harmonis.
Agar penggunaan media dalam pembelajaran berhasil dengan baik, diperlukan langkah umum, seperti persiapan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Molenda, dkk., mengemukakan suatu model penggunaan media yang dinamakan model ASSURE, yang merupakan akronim dari kata-kata dalam bahasa Inggris yang, artinya analisis karakteristik siswa, menentukan tujuan, memilih materi, memanfaatkan materi, menuntut respons siswa, dan mengevaluasi hasil belajar.
DAFTAR PUSTAKA
AECT. (1977). The Definition of Educational Technology. Washington: AECT.
Briggs,L. (1967). Instructional Media. Pittsburg: AIR.
Dale, E. (1963). Audio-Visual Methods in Teaching. New York: The Dryden Press.
Gerlach, V.S. and Ely, D.P. (1980). Teaching and Media. New York: Prentice Hall, Inc.
Heinich, R., Molenda, M., and Russel, J.D. (1994). Instructional Media. New York: John Wiley and Sons.
Kemp, J.E. (1980). Planning & Producing Audiovisual Materials. New York: Harper & Row, Publishers.
MODUL 6: MODEL-MODEL BELAJAR DAN RUMPUN MODEL MENGAJAR
Kegiatan Belajar 1:
Model-model Belajar
Belajar kolaboratif adalah suatu cara belajar antara 2 orang atau lebih dengan tujuan yang sama dan adanya ketergantungan satu sama lain. Dalam belajar kolaboratif pebelajar dapat mengembangkan pengetahuan bersama maupun pengetahuan individu. Belajar kooperatif juga merupakan suatu cara belajar bekerja sama, namun para anggota belum tentu mempunyai tujuan yang sama. Antarpebelajar yang saling bantu hanya sebatas apa yang dibutuhkan oleh temannya.Belajar kuantum merupakan suatu kegiatan belajar dengan suasana yang menyenangkan karena guru menggubah (mengorkestrasi) segala sesuatu yang ada di sekelilingnya sehingga pebelajar bergairah belajar.
Belajar tematik pada hakikatnya merupakan suatu jenis pembelajaran yang memadukan beberapa bidang studi berdasarkan suatu tema sebagai payung (kerangka isi). Dengan demikian, pebelajar diharapkan memahami hubungan antarbidang studi (mata pelajaran) secara terpadu.
Kegiatan Belajar 2:
Tes dan Pengukuran Selama Proses dan Akhir Program
Dalam Kegiatan Belajar 2 ini Anda mempelajari 4 rumpun model mengajar, yaitu model sosial, pemrosesan informasi, model personal, dan model sistem perilaku. Rumpun model sosial dirancang untuk menilai keberhasilan dan tujuan akademik, termasuk studi tentang nilai-nilai sosial, kebijakan publik, memecahkan konflik. Model mengajar sosial diciptakan untuk membentuk masyarakat belajar.Model pemrosesan informasi menekankan pada cara meningkatkan pembawaan seseorang memahami dunia dengan memperoleh dan mengorganisasikan data, memahami masalah dan mencari pemecahannya, serta mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk menyampaikannya.
Model belajar personal dimulai dari pandangan tentang harga diri individu. Seseorang berusaha memahami diri sendiri dengan lebih baik, bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri, dan belajar mencapai pengembangan yang baru dengan lebih kuat, lebih sensitif, dan lebih kreatif dalam meraih kehidupan yang berkualitas tinggi.
Model sistem perilaku sering disebut teori belajar sosial, modifikasi perilaku, terapi perilaku, dan cybernetic. Manusia memiliki sistem komunikasi koreksi diri yang memodifikasi perilaku dalam merespon informasi tentang seberapa jauh keberhasilan tugas-tugas yang dikehendaki. Secara bertahap, perilaku disesuaikan dengan balikan sampai ada kemajuan dalam meniti anak tangga dengan aman.
DAFTAR PUSTAKA
Boud, D. & Feletti, G.I. (Ed.). (1997). The Callenge of Problem-Based Learning. Boston: Allyn & Bacon.
Bouhuiys, A.A.J., Schmidt, H.G., Berkel, H.J.M. (Eds.). (1993). Problem-Based Learning on Educational Strategy. Netherlands: Network Publishers.
Elaine, B. (2002). Contextual Teaching & Learning. California: Corwin Press, Inc.
Frazee, B.M. & Rudnitski, R.A. (1995). Integrated Teaching Methods. Washington: Delamr Publishers.
Hill, S. & Hill, T. (1996). The Collaborative Classroom. Australia: Leanor Curtain Publishing.
Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning. Theory, Research and Practice. Boston: Allyn & Bacon.
Yoice, B. & Marsha, W. (2000). Models of Teaching. Boston: Allyn & Bacon.
MODUL 7: HAKIKAT PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Kegiatan Belajar 1:
Hakikat Pembelajaran Bahasa Indonesia
Karakteristik bahasa Indonesia adalah ciri khas atau sifat pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sebuah ilmu. Adapun karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia adalah bersifat kontekstual, bersifat komunikatif, bersifat sistematis, menantang pembelajar untuk memecahkan masalah-masalah nyata, membawa pembelajar ke arah pembelajaran yang aktif, dan penyusunan bahan pembelajaran dilakukan oleh guru sesuai dengan minat dan kebutuhan pembelajar.Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya tergolong ke dalam 3 jenis tujuan, yaitu tujuan afektif, kognitif, dan psikomotorik. Tujuan afektif berkaitan dengan penanaman rasa bangga dan menghargai bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Tujuan kognitif berkaitan dengan proses pemahaman bentuk, makna, dan fungsi bahasa Indonesia. Tujuan psikomotorik berkaitan dengan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk berbagai kepentingan.
Fungsi pembelajaran bahasa Indonesia dapat digolongkan ke dalam 2 jenis, yaitu fungsi instrumentatif dan fungsi intrinsik. Fungsi instrumentatif adalah fungsi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Fungsi intrinsik adalah fungsi pembelajaran bahasa Indonesia sebagai proses pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.
Manfaat pembelajaran bahasa Indonesia dapat bersifat praktis dan strategis. Adapun yang menjadi manfaat pembelajaran bahasa Indonesia adalah meningkatkan kemampuan komunikasi, pembentuk perilaku positif, sarana pengembang ilmu pengetahuan, sarana memperoleh ilmu pengetahuan, sarana pengembang nilai norma kedewasaan, sarana ekspresi imajinatif; sarana penghubung dan pemersatu masyarakat Indonesia, dan sarana transfer kultural.
Kegiatan Belajar 2:
Pendekatan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa bermula dari suatu teori yang memandang bahwa bahasa adalah alat komunikasi. Tujuan pengajaran bahasa ialah mengembangkan apa yang oleh Hymes (1972) diacu sebagai kompetensi komunikatif.Pembelajaran komunikatif memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat.
2. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia diberikan kesempatan untuk berpartisipasi. dalam penggunaan bahasa sasaran (bahasa yang sedang dipelajari) secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas.
3. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia dilibatkan ke dalam data komunikatif yang bisa dipahami dan relevan dengan kebutuhan dan minatnya.
4. Pembelajar akan belajar bahasa degan baik apabila ia secara sengaja memfokuskan pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung pemerolehan bahasa.
5. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik apabila ia dibeberkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran.
6. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya.
7. Pembelajar akan belajar bahasa dengan baik jika ia diberi kesempatan untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.
Pendekatan terpadu dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah model pembelajaran kegiatan berbahasa berdasarkan fungsi utama bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Para siswa dituntut untuk terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut harus dilakukan secara terpadu dalam satu proses pembelajaran dengan fokus satu keterampilan. Misalnya, para siswa sedang belajar keterampilan berbicara maka ketiga keterampilan yang lainnya harus dilatihkan juga, tetapi kegiatan tersebut tetap difokuskan untuk mencapai peningkatan kualitas berbicara.
Whole language sebagai sebuah pandangan terhadap hakikat proses belajar bahasa dikembangkan berdasarkan wawasan dan hasil penelitian dari berbagai bidang ilmu, di antaranya pemerolehan bahasa, psikolinguistik, sosiolinguistik, kognitif, psikologi perkembangan, antropologi, dan pendidikan. Selain itu, whole language juga dikembangkan berdasarkan pengalaman praktis guru-guru yang telah melaksanakan pembelajaran di kelas berdasarkan pandangan dan wawasan dari berbagai ilmu tersebut. Dengan demikian, whole language sebagai suatu pandangan merupakan sinergitas antara teori dan praktik belajar bahasa.
Prinsip-prinsip pelaksanaan whole language adalah sebagai berikut.
1. Whole language merupakan pandangan yang berlandaskan pada pertautan berbagai disiplin yang mencakup psikologi kognitif, teori belajar, psikolinguistik, sosiolinguistik, antropologi, filsafat, dan pendidikan.
2. Pandangan whole language didasarkan pada pengamatan yang menggambarkan anak-anak berkembang dan belajar apabila mereka aktif dalam proses pembelajarannya.
3. Untuk mempercepat membaca dan menulis, whole language berusaha meniru strategi yang digunakan para orang tua yang telah berhasil mendorong anak-anaknya dalam pemerolehan bahasa dan pemerolehan kemampuan baca tulis secara alamiah.
4. Pengajaran whole language didasarkan pada pengamatan pada anak yang lebih banyak mempelajari sesuatu melalui proses pembelajaran langsung.
5. Dalam whole language, guru-guru melaksanakan pembelajaran langsung yang berbeda dengan cara-cara tradisional.
6. Pembelajaran whole language bergerak dari keseluruhan menuju bagian-bagian kecil.
7. Bahasa dan kemampuan baca tulis lebih baik dikembangkan melalui penggunaan secara fungsional. Oleh sebab itu, dalam penerapan whole language guru seharusnya melibatkan siswa dalam membaca dan menulis, berbicara dan menyimak dalam kegiatan nyata.
8. Pandangan whole language menegaskan, guru dan siswa harus bersama-sama menjadi pembelajar, pengambil risiko, dan pembuat keputusan melalui tanggung jawab masing-masing di kelas.
9. Dalam kelas whole language, pembelajaran selalu dipercepat melalui interaksi sosial.
10. Dalam kelas whole language, siswa diperlakukan sebagai orang yang memiliki kemampuan yang terus berkembang.
11. Dalam kelas whole language, terdapat beberapa masalah perilaku tertentu bukan hanya karena siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, melainkan juga karena diberikan kesempatan mengembangkan kemampuan dirinya dan tidak hanya mengikuti pengendalian guru.
12. Dalam kelas whole language, penilaian dijalin dalam proses pembelajaran.
13. Pandangan whole language mencerminkan dan mendorong konsep kemampuan baca tulis yang berbeda dibandingkan dengan kelas tradisional.
Kelas whole language mendorong sikap dan perilaku yang diperlukan untuk kemajuan tekonologi dan masyarakat demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP dan SMA. Jakarta: Pusat Kurikulum.
Mulyana, D. (2003). Filsafat Ilmu dan Segi-segi Pemikiran Ilmiah. Bandung: Rosdakarya
MODUL 8: PEMBELAJARAN MENYIMAK
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Menyimak
Tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik di antara metode-metode yang lain. Setiap metode memiliki karakteristik tertentu dengan segala keunggulan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, materi tertentu, serta situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak baik untuk kondisi yang lain. Adakalanya juga suatu metode sangat ampuh bila digunakan oleh pengajar tertentu, tetapi tidak bagi yang lain.Sesuai dengan prinsip dasar bahwa proses pembelajaran itu adalah sebuah sistem, berikut ini akan disampaikan sejumlah kriteria yang dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan pemilihan metode pembelajaran:
1. karakteristik siswa (raw input);
2. karakteristik lingkungan (environmental input);
3. karakteristik bahan, media, dan instrumen pendukung yang lain (instrumental input);
4. butir-butir tujuan yang diharapkan tercapai dari suatu proses pembelajaran (output).
Adapun metode pembelajaran menyimak yang dapat Anda pilih adalah sebagai berikut.
1. Simak-terka.
2. Simak-tulis.
3. Memperluas kalimat.
4. Identifikasi kata kunci.
5. Identifikasi kalimat topik.
6. Menjawab pertanyaan.
7. Menyelesaikan cerita.
8. Merangkum.
9. Parafrase.
Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Menyimak
Konsep media pendidikan mencakup dua segi yang tak terpisahkan antara yang satu dengan yang lain, yaitu materi/bahan yang disebut perangkat lunak (software) dan peralatan yang disebut perangkat keras (hardware). Adapun ragam media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menyimak:1. media audio, contohnya kaset dan radio;
2. media audio-visual, contohnya video dan televisi.
Langkah terakhir dari proses pembelajaran adalah tahap penilaian. Penilaian dalam proses belajar-mengajar biasanya ditujukan pada 2 hal sebagai berikut.
1. Penilaian program pembelajaran.
2. Penilaian hasil belajar.
Kegiatan Belajar 3:
Desain Pembelajaran Menyimak
Efektivitas pembelajaran menyimak sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam mendesain pembelajaran menyimak yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Oleh sebab itu, implikasi dari kondisi ini perlu dipilih sebuah model pembelajaran menyimak yang baik dan menarik. Model pembelajaran menyimak yang cukup menarik dan mudah untuk dilaksanakan antara lain metode bisik berantai, membaca berita, dan membacakan cerita.Metode bisik berantai baik sekali diterapkan dalam pembelajaran menyimak terutama untuk melatih konsentrasi siswa dalam menyimak. Metode ini dapat dilakukan secara klasikal dengan melibatkan beberapa siswa. Konsentrasi siswa akan terlatih dengan baik karena mereka dituntut untuk memperoleh informasi yang persis/tepat dari sumber berita.
Metode membacakan berita merupakan metode pembelajaran menyimak yang difungsikan untuk melatih daya simak siswa terhadap suatu informasi. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode ini adalah memilih berita yang sesuai dengan kebutuhan pembelajar. Dengan menyimak berita siswa diharapkan dapat memaknai informasi itu sebagai sebuah pengalaman belajar.
Metode membacakan cerita merupakan metode pembelajaran menyimak yang difungsikan untuk melatih apresiasi siswa terhadap karya imajinatif. Hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran menyimak dengan menggunakan metode ini adalah memilih cerita yang sesuai dengan perkembangan kognisi dan psikologi pembelajar. Cerita yang akan digunakan pun harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu kriteria pendidikan, kriteria sastra, dan kriteria bahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Fasya, Mahmud, dkk. (2005). Cakrawala Bahasa Jilid 1 - 3. Jakarta: Ricardo.
Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, Henry Guntur. (1987). Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
MODUL 9: PEMBELAJARAN BERBICARA
Kegiatan Belajar 1:
Apa, Mengapa, dan Bagaimana Penilaian Proses
Tidak ada metode pembelajaran berbicara yang sempurna. Guru dituntut untuk mampu memilih dan menentukan metode yang paling sesuai dengan situasi yang dihadapinya di kelas. Adapun metode pembelajaran berbicara yang dapat dipilih adalah:1. ulang-ucap;
2. lihat-ucapkan;
3. memerikan;
4. menjawab pertanyaan;
5. bertanya;
6. pertanyaan menggali;
7. melanjutkan cerita;
8. menceritakan kembali;
9. percakapan;
10. parafrase;
11. reka cerita gambar;
12. bercerita;
13. memberi petunjuk;
14. melaporkan;
15. bermain peran;
16. wawancara;
17. diskusi;
18. bertelepon;
19. dramatisasi.
Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Berbicara
Guru tidak dapat melepaskan diri dari bantuan media dalam melakukan pembelajaran berbicara. Dengan dukungan media, guru berharap dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan membentuk keterampilan berbicaranya.Dalam kegiatan bermain peran, wawancara, diskusi, bertelepon, dan dramatisasi, misalnya guru dapat memanfaatkan media video untuk menampilkan model-model dari setiap kegiatan tersebut. Di samping itu, guru dapat memanfaatkan media gambar untuk kegiatan reka cerita gambar, memberi petunjuk, melaporkan, atau kegiatan lain yang membutuhkan bantuan konkretisasi.
Berkaitan dengan aspek evaluasi dalam pembelajaran berbicara tersebut, ada sejumlah pertanyaan kunci yang pantas diajukan oleh seorang guru. Adapun pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Apakah pelaksanaan penilaian sesuai dengan yang direncanakan?
2. Apakah penilaian itu benar-benar mengukur pencapaian kompetensi dasar?
3. Apakah penjenjangan soal penilaian yang digunakan sudah benar?
4. Apakah bentuk dan jenis tes yang digunakan sesuai dengan karakteristik?
Selanjutnya, guru harus memahami aspek-aspek penting yang dijadikan dasar penilaian kemampuan berpidato siswa. Aspek-aspek yang dimaksud adalah (1) isi pidato, (2) bahasa pidato, dan (3) teknik pidato.
Kegiatan Belajar 3:
Desain Pembelajaran Berbicara
Kemampuan membuat desain pembelajaran merupakan fokus kompetensi yang harus Anda kuasai sebagai calon guru bahasa Indonesia. Alasannya, kemampuan mendesain pembelajaran sangat berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas Anda di lapangan sebagai pemegang kendali proses pembelajaran yang berlangsung di kelas.Adapun beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran berbicara adalah (1) bercerita, (2) berpidato, (3) tanya jawab, (4) percakapan, (5) wawancara, (6) diskusi, dan (7) dramatisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Fasya, Mahmud, dkk. (2005). Cakrawala Bahasa Jilid 1- 3. Jakarta: Ricardo.
Tarigan, Djago. (1988). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarigan, Djago. (1990). Pendidikan Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tarigan, Henry Guntur. (1981). Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
MODUL 10: PEMBELAJARAN MEMBACA
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Membaca
Membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukan hanya kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata, tetapi berupaya mengubah lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.Banyak metode yang dapat merangsang siswa dalam kegiatan membaca khususnya berkaitan dengan pembelajaran membaca. Metode-metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran membaca, antara lain sebagai berikut.
1. SQ3R.
2. Membaca Cepat.
3. Scramble.
4. Isian Rumpang.
Banyak manfaat yang dapat diambil dari mempelajari metode-metode membaca tersebut. Melalui metode SQ3R, siswa akan dapat menentukan apakah materi yang dihadapinya itu sesuai dengan keperluannya atau tidak, memberikan kesempatan kepada mereka untuk membaca dengan pengaturan kecepatan membaca yang fleksibel, membekali mereka dengan suatu metode studi (belajar) yang sistematis. Melalui metode membaca cepat, siswa dapat meninjau kembali secara cepat materi yang pernah dibacanya dan dapat memperoleh pengetahuan yang luas tentang apa yang dibacanya.
Melalui metode Scramble, siswa dapat dilatih berkreasi menyusun kata, kalimat, atau wacana yang acak susunannya dengan susunan bare yang bermakna dan mungkin lebih baik dari susunan aslinya. Metode pembelajaran ini akan memungkinkan siswa untuk belajar sambil bermain. Mereka dapat berekreasi sekaligus belajar dan berpikir, mempelajari sesuatu secara santai dan tidak membuatnya stres atau tertekan.
Metode isian rumpang sangat bermanfaat untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa dalam hal penggunaan isyarat sintaksis, penggunaan isyarat semantik, pengunaan isyarat skematik, peningkatan kosakata, dan peningkatan daya nalar dan sikap kritis siswa terhadap bahan bacaan.
Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Membaca .
Karya nonfiksi bersifat faktualitas (benar-benar terjadi). Sedangkan karya fiksi bersifat realitas (yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi).Dalam fiksi dikenal dengan istilah licentia poetica, yaitu pengarang dapat mengkreasi, memanipulasi, dan menyiasati berbagai masalah kehidupan yang dialami (baik secara nyata maupun tidak nyata) dan diamatinya menjadi berbagai kemungkinan kebenaran yang bersifat hakiki dan universal dalam karya fiksinya.
Prinsip-prinsip dan masalah-masalah teknis dalam penulisan karya fiksi, yaitu:
1. permulaan dan eksposisi (beginning and exposition);
2. pemerian dan latar (description and setting);
3. suasana (atmosphere);
4. pilihan dan saran (selection and suggestion);
5. saat penting (key moment);
6. puncak; klimaks (climax);
7. pertentangan, konflik (conflict);
8. rintangan; komplikasi (complication);
9. pola atau model (pattern or design);
10. kesudahan; kesimpulan (denouement);
11. tokoh dan aksi (character and action),
12. pusat minat (focus of interest),
13. pusat tokoh (focus of character),
14. pusat narasi (focus of narration: point of view),
15. jarak (distance),
16. skala (scale), dan
17. langkah (pace) (Brooks and Warren dalam Tarigan 1987:75).
Ada beberapa hal yang harus dinilai dalam kemampuan membaca. Ditinjau dari kemampuan yang menjadi sasaran tes membaca, Harsiati (2003) membatasi cakupan kemampuan yang akan diukur dalam tes membaca, yaitu (1) kemampuan literal (kemampuan memahami isi teks berdasarkan aspek kebahasaan yang tersurat), (2) kemampuan inferensia (kemampuan memahami isi teks yang tersirat/menyimpulkan isi yang tidak langsung ada dalam teks), (3) kemampuan reorganisasi (penyarian/penataan kembali ide pokok dan ide penjelas dalam paragraf maupun ide-ide pokok paragraf yang mendukung tema bacaan), (4) kemampuan evaluatif (untuk menilai keakuratan, kemanfaatan, kejelasan isi teks), dan (5) kemampuan apresiasi (kemampuan menghargai teks)
Kegiatan Belajar 3:
Model-model Pembelajaran Membaca
Seorang guru dapat menggunakan berbagai alternatif model pembelajaran membaca, di antaranya model pembelajaran membaca SQ3R, model pembelajaran membaca scramble, dan model pembelajaran membaca isian rumpang.Model pembelajaran membaca SQ3R dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menugaskan siswa untuk membaca buku dan menelaah suatu buku.
2. Guru memberikan apersepsi tujuannya untuk mengarahkan siswa agar lebih paham.
3. Guru bersama siswa melakukan survei buku.
4. Guru melatih siswa membuat pertanyaan.
5. Guru menyuruh siswa membaca secara mandiri.
6. Guru menyuruh siswa membuat pertanyaan dari bacaan yang dibacanya.
7. Siswa meninjau ulang kegiatan dan hasil Baca
Model pembelajaran membaca scramble dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menyiapkan sebuah wacana, kemudian keluarkan kalimat-kalimat yang terdapat dalam wacana tersebut ke dalam kartu-kartu kalimat.
2. Setiap kelompok siswa diminta untuk membuat kartu-kartu kalimat sejenis dalam kertas karton.
3. Berilah nomor lain yang tidak sama urutannya dengan urutan nomor kalimat pada wacana aslinya.
4. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-6 orang siswa dalam satu kelompok.
5. Guru merencanakan langkah-langkah kegiatan serta menentukan waktu yang dibutuhkan dalam pembelajaran.
Model pembelajaran membaca Isian Rumpang dapat dilakukan seorang guru dengan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Guru menyediakan wacana.
2. Guru melakukan penghilangan (delisi) pada bagian-bagian tertentu dari wacana tersebut secara beraturan, misalnya setiap kata yang ke-5 dan ke-6.
3. Guru menyuruh siswa mengisi bagian-bagian yang hilang tersebut.
4. Guru menyediakan kunci jawaban.
5. Guru menyuruh siswa menghitung jumlah lesapan yang dianggap benar untuk menguji kemampuan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Harjasujana, S.A., Mulyati, Y. (1997). Membaca 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Harsiati, T. (2003). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru.
Soedarso. (1989). Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: PT. Gramedia.
Tarigan, H. G. (1979). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
MODUL 11: PEMBELAJARAN MENULIS
Kegiatan Belajar 1:
Metode Pembelajaran Menulis
Menulis merupakan kegiatan pembelajaran yang sering dilakukan oleh setiap orang khususnya kita sebagai mahasiswa. Untuk itu banyak metode pembelajaran yang diajarkan di sekolah berkaitan dengan kegiatan menulis, di antaranya metode pembelajaran menulis narasi, deskripsi, argumentasi, persuasi, dan eksposisi. Sebagai suatu metode yang dapat membantu mahasiswa dalam membuat sebuah tulisan ataupun memahami sebuah tulisan.Metode pembelajaran menulis yang diberikan dan diajarkan di sekolah tersebut umumnya tidak begitu saja dapat diterima oleh siswa atau mahasiswa tanpa didukung pemberian contoh tulisan atau karangannya sehingga pembelajaran menulis dapat diterima oleh siswa atau mahasiswa dengan baik.
Contoh tulisan narasi, seperti cerita pengisahan (biografi), cerita yang disertai alur, penokohan, latar, gaya penceritaan, dan pemilihan detail peristiwa.
Contoh tulisan deskripsi seperti suasana kampung yang begitu damai, tenteram, dan masyarakatnya yang saling menolong atau suasana di jalan raya, tentang hiruk-pikuknya lalu lintas dapat dilukiskan dalam karangan deskripsi.
Contoh bentuk karangan ilmiah yang bercorak argumentasi antara lain makalah paper (seminar, simposium, dan lokakarya), esai, skripsi, tesis, disertasi, dan naskah-naskah, yaitu tuntutan pengadilan, pembelaan, pertanggungjawaban ataupun surat keputusan.
Contoh tulisan karangan persuasi ini biasanya dipakai dalam dunia politik, pendidikan advertensi, dan dunia propaganda.
Contoh tulisan karangan eksposisi, misalnya petunjuk menggunakan obat atau di mana letak gedung pertemuan.
Kegiatan Belajar 2:
Media dan Penilaian Pembelajaran Menulis
Ada 3 media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis, yaitu media audiovisual, media gambar, dan media lingkungan. Media audiovisual dalam pembelajaran menulis dimaksudkan sebagai bahan yang mengandung pesan dalam bentuk pesan suara dan gambar yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan menulis siswa sehingga terjadi proses belajar mengajar. Media gambar merupakan media visual dua dimensi di atas bidang yang tidak transparan.Lingkungan sebagai media pembelajaran menulis bagi para siswa dapat dioptimalkan dalam proses pembelajaran untuk memperkaya bahan dan kegiatan menulis di sekolah. Prosedur belajar untuk memanfaatkan lingkungan sebagai media pembelajaran menulis ditempuh melalui beberapa cara, antara lain survei, berkemah, karyawisata pendidikan, dan mengundang manusia sumber. 4 macam lingkungan belajar, yakni lingkungan sosial, personal, lingkungan alam, dan lingkungan kultural.
Cara menilai kemampuan menulis dilakukan melalui tes menulis langsung dan tes menulis tidak langsung. Sedangkan hal-hal yang harus dinilai dalam kemampuan menulis meliputi indikator mengurutkan, indikator mengembangkan, indikator memvariasikan/mengubah, dan indikator menyunting.
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, M. (1990). Dasar-dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: Yayasan Asah Asih Asuh.
Gie, The Liang. (1992). Pengantar Dunia Karang Mengarang. Yogyakarta: Liberty.
Parera, J.D. (1983). Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.
Suparno dan Yunus, M. (2003). Keterampilan Dasar Menulis (Modul). Jakarta: Universitas Terbuka.
MODUL 12: PEMBELAJARAN BAHASA TERPADU
Kegiatan Belajar 1:
Strategi Pembelajaran Bahasa Lisan-Tulis
Tujuan pengajaran keterampilan berbahasa adalah menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berbahasa. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, terampil membaca, terampil berbicara, dan terampil menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar.Ada beberapa hal yang harus Anda perhatikan ketika merumuskan tujuan pembelajaran berbahasa lisan-tulis, yaitu perumusan tujuan pembelajaran sebaiknya diawali untuk mencapai kemampuan berbahasa secara reseptif (menyimak), kemudian diikuti dengan pencapaian tujuan produktif (menulis). Pencapaian tujuan pembelajaran berbahasa yang menyeluruh ini menggambarkan bahwa pembelajaran berbahasa, seperti ini merupakan desain pembelajaran berbahasa dengan pendekatan keterpaduan (integratif).
Langkah-langkah pembelajaran berbahasa lisan-tulis dapat disusun dengan memperhatikan orientasi pembelajaran dan harus mencerminkan pengalaman belajar. Langkah-langkah pembelajaran ini merupakan aktivitas inti dalam pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, langkah-langkah pembelajaran harus dirancang secara sistematis.
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan tentunya harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, materi itu harus relevan dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, materi yang akan disajikan harus memenuhi kriteria perkembangan dan kemampuan kognitif siswa. Materi yang baik ialah materi yang berguna bagi siswa, baik sebagai pengembangan pengetahuannya dan keperluan tugas perkembangannya kelak sebagai anggota masyarakat. Materi pembelajaran itu harus menarik dan merangsang aktivitas siswa. Sebelum disampaikan kepada siswa bahan itu harus disusun secara sistematis dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran, yaitu bertahap dan berjenjang. Materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis dapat berupa audio, video, dan audiovisual. Prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan materi pembelajaran berbahasa lisan-tulis adalah bahan pembelajaran harus sesuai dengan tujuan dan kebutuhan pembelajar.
Desain pembelajaran lisan-tulis adalah silabus yang merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran. Silabus tersebut merupakan acuan dan harus mencerminkan pengalaman belajar yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Desain pembelajaran berbahasa lisan tulis merupakan pedoman aktivitas guru dan murid dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berfokus pada bahasa lisan menuju bahasa tulis.
Kegiatan Belajar 2:
Strategi Pembelajaran bahasa Tulis-Lisan
Pengajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan adalah pembelajaran yang berfokus pada keterampilan berbahasa tulis. Artinya, pembelajaran ini dapat dimulai dari keterampilan membaca dilanjutkan dengan berbicara dan menyimak atau dimulai dari menulis ke berbicara dan menyimak.Sebagaimana pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain, pembelajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan dapat berjalan dengan baik dan memperoleh basil yang maksimal, diperlukan adanya persiapan mengajar yang berupa rancangan pembelajaran atau silabus. Silabus disusun berdasarkan kompetensi yang diharapkan dan indikator- indikator yang menjadi pedoman pelaksanaan pengalaman belajar bagi siswa. Penyusunan silabus harus berpedoman pada kurikulum yang berlaku.
Berdasarkan rancangan pembelajaran atau silabus pembelajaran keterampilan berbahasa tulis-lisan, guru menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan belajarnya. Sarana dan prasarana dapat berupa buku sumber, media cetak (majalah, surat kabar, bulletin, dan lain-lain) dan noncetak (audio, video), serta alat bantu belajar yang lain.
Materi pembelajaran yang akan ditampilkan harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama-tama, materi harus relevan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan. Selain itu, materi yang akan disajikan harus memenuhi kriteria perkembangan dan kemampuan kognitif siswa. Materi yang baik adalah materi yang berguna bagi siswa. Artinya, materi tersebut dapat membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuannya dan dapat dimanfaatkannya kelak sebagai anggota masyarakat. Materi pembelajaran juga harus dapat menarik dan merangsang aktivitas siswa dalam belajar. Sebelum disampaikan kepada siswa, bahan-bahan harus disusun secara sistematis dengan memperhatikan prinsip pembelajaran, yaitu bertahap dan berjenjang.
Penilaian dalam pembelajaran keterampilan berbahasa lebih menekankan pada penilaian proses, kemudian penilaian hasil belajar. Instrumen atau alat penilaian proses dapat berupa format observasi dan portofolio, sedangkan untuk penilaian hasil guru harus membuat format penilaian untuk menilai kemampuan berbahasa siswa (menyimak, berbicara, membaca atau menulis).
DAFTAR PUSTAKA
Alha Pangeran. (1998). BMP Pendidikan Pancasila. Jakarta: Penerbit Karunika.
Bertens. (1989). Filsafat Barat Abad XX. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Depdiknas. (2004). Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP. Jakarta: Puskur, Litbang Depdiknas.
Langganan:
Postingan (Atom)